Langkah Berdamai dengan Si Grogi
Grogi atau canggung adalah kondisi yang dialami oleh diri kita saat menghadapi ketidakpercayaan dalam diri. Hal ini wajar terjadi dan dialami juga oleh semua orang. Jadi, jangan risau jika kamu pernah berada dalam situasi seperti ini. Saya pernah beberapa kali berada dalam situasi semacam ini, bahkan sampai terdiam dan tidak mampu berkata-kata karena terlalu gugup. Lalu, apakah saya memilih berhenti dan mengutuk diri untuk menjadi orang di balik layar saja? Jawabannya: tidak.
Keadaan yang terjadi dalam beberapa tahun silam membuat saya berusaha menuntaskan permasalahan diam tak berkutik akibat si grogi ini. Langkah yang saya ambil ialah mencoba mencari banyak peluang guna melibatkan diri untuk tampil di muka umum. Pilihan menjadi pewara, relawan, peneliti, hingga peserta lomba debat perlahan-lahan membuat si grogi ini mampu saya atasi dengan cepat.
Saat ini, situasi grogi masih saya hadapi, meskipun intensitas waktunya tidak berlarut-larut. Kondisi tersebut dapat diatasi dengan memperbanyak jam terbang. Semakin sering berhadapan dengan situasi ini, semakin kuat juga cara menaklukan rasa grogi. Maka, tidak mengherankan jika senior-senior pewara yang sering nongol di layar kaca terlihat biasa saja. Ya, itu salah satu dampak baik ketika jam terbang semakin tinggi.
Posisi saya saat ini—yang tengah berkecimpung dalam dunia perekrutan—membuat saya banyak memperhatikan orang berdasarkan segala kondisi. Salah satunya kondisi grogi, terutama pada kandidat-kandidat yang lolos tahap akhir, yaitu sesi wawancara. Ada beberapa kejadian yang terjadi pada kandidat saat menghadapi kondisi grogi ketika sesi wawancara.
Pertanyaan sederhana yang disampaikan oleh pewawancara, seperti hal kelebihan dan kekurangan, ternyata dapat dijawab dengan beragam ekspresi dan gerakan. Ada yang matanya ke atas. Ada juga yang mengusap dahi atau memegang kepala. Bahkan, ada yang gagap bicara atau pembicaraannya jadi melebar, tidak berfokus pada pertanyaan. Hal itu tentu mengganggu si pewawancara dan membuat penampilan kandidat jadi kurang menawan.
Saya memiliki beberapa tips untuk mengatasi si grogi ini. Kali ini kasusnya saat menghadapi sesi wawancara. Langkah pertama: kepo. Kepo adalah langkah jitu untuk memahami hal-hal yang akan diraih, misalnya melamar pekerjaan di Narabahasa. Cari tahu perusahaan yang akan jadi calon tempatmu bekerja. Nah, trik itu bisa digunakan dengan menguraikannya menjadi beberapa bagian: apa, siapa, di mana, kapan, mengapa, dan bagaimana (asdikamba). Melalui trik ini, kamu akan memahami jauh lebih detail mengenai seluk-beluk perusahaan dan juga menambah kesiapan mental. Kok, bisa menyangkut kesiapan mental? Jelas, dong. Dengan tambahan pengetahuan atau informasi, kita jauh lebih siap dan percaya diri. Jadi, saat sesi wawancara berlangsung, kamu mampu merangkai kalimat dengan lebih baik. Bukankah lebih keren jika bisa berbicara dengan basis informasi nyata—apalagi ada datanya—daripada asal bicara—yang ternyata penuh kesalahan, bahkan sampai tidak bisa berbicara karena tidak tahu jawabannya?
Selanjutnya, kita harus tetap fokus menatap mata. Pernah nggak merasa marah karena mata teman kita ke mana-mana, padahal sedang diajak mengobrol? Nah, itu juga menjadi hal yang kurang menyenangkan bagi pewawancara. Itulah salah satu dampak jika si grogi tiba-tiba datang. Tanpa sadar, ia membuat performa kita jadi kurang memuaskan di hadapan pewawancara. Cara saya mengatasi hal tersebut adalah dengan menatap keningnya atau melihat bagian di sela kedua mata. Cara ini berhasil saya terapkan saat tidak sanggup menatap mata lawan bicara gara-gara si grogi ini. Nah, seiring bertambahnya jam terbang, si grogi akan jauh lebih mudah diatasi.
Saya nggak mau banyak memberi tipsnya. Percuma jika hanya berteori, tetapi ternyata minim eksekusinya. Jadi, cukup itu dulu, dua poin utama yang saya lakukan saat menghadapi situasi grogi dengan contoh kasus ketika seseorang mengikuti sesi wawancara. Semoga itu bisa membantu kamu untuk menaklukkan si grogi yang suka muncul tanpa permisi, ya. Semangat untuk berdamai dengan si grogi! ☺
Berapa banyak hati yang kamu mau berikan untuk tulisan ini?
Rating rata-rata: 0 / 5. Jumlah rating: 0
Jadilah yang pertama untuk memberi rating pada tulisan ini.