Tetsu Nakamura dan Afganistan
Sejumlah media massa di Jepang kembali menampilkan nama Tetsu Nakamura sesaat setelah Taliban mengambil alih kekuasaan resmi di Afganistan. Nama peraih Ramon Magsaysay Award itu kembali muncul karena Taliban disebut-sebut berada di balik kematian tragis Nakamura.
Nama Tetsu Nakamura mungkin tidak terlalu dikenal masyarakat dunia hingga saat kematiannya yang mendadak pada Desember 2019. Dokter asal Jepang yang sudah 30 tahun mengabdikan diri untuk misi perdamaian itu tewas usai diterjang peluru tajam yang berasal dari senapan anggota kelompok bersenjata di Afganistan.
Nakamura adalah pribadi yang dicintai rakyat Afganistan. Berkat pengabdian yang tulus untuk warga setempat, ia beroleh status warga negara kehormatan dari Presiden Ashraf Ghani pada Oktober 2019.
Tak ayal , jika kematiannya yang tragis itu tidak hanya menjadi kehilangan bagi rakyat dan pemimpin Afganistan, tetapi juga bagi masyarakat dunia. Bahkan grup band U2 pun turut menyampaikan penghormatan atas kepergian Nakamura saat menggelar konser di Tokyo.
Lantas, seperti apa sosok dan kiprah Tetsu Nakamura di Afganistan?
Nakamura mungkin tidak pernah membayangkan bahwa kelak ia akan menghabiskan seluruh hidupnya di negara berkonflik. Kedatangannya ke Pakistan, sebelum ke Afganistan, awalnya bertujuan mencari kupu-kupu yang unik.
Akan tetapi, peristiwa saat Nakamura menemani tim pendaki gunung di Pakistan mengubah segalanya. Saat itu, puluhan warga seketika mengerumuninya dan memintanya untuk memeriksa kesehatan mereka. Momen itu begitu kuat membekas di kepala Nakamura karena ia tidak bisa melakukan tindakan medis secara maksimal.
Untuk menebus rasa bersalahnya itu, pada 1983, ia mendirikan organisasi kemanusiaan bernama Peshawar-kai. Nakamura dan beberapa koleganya mendirikan organisasi ini untuk membantu penanganan penyakit kusta di Pakistan.
Pada 1991, misi organisasi ini berkembang ke Afganistan. Di negara yang kerap dilanda perang berkepanjangan itu, ia dan koleganya mendirikan klinik kesehatan.
Akan tetapi, tinggal dan hidup di Afganistan yang kala itu dilanda kekeringan hebat memaksa Nakamura menyaksikan kematian banyak warga. Mereka tidak bisa bertahan hidup karena kesulitan memperoleh air bersih dan makanan.
Melihat kondisi sungai yang hampir sama dengan tempat kelahirannya di Jepang, Nakamura mulai memikirkan konsep sistem irigasi. Tanpa berpikir panjang, ia dan koleganya mulai membangun kanal air agar lahan kering yang ada di sana bisa ditumbuhi tanaman. Untuk mempercepat pembangunan, ia mengoperasikan sendiri sejumlah kendaraan berat.
Meski upayanya membangun irigasi kerap terhambat oleh ancaman pembunuhan, ia sama sekali tidak gentar. Bahkan saat pasukan Amerika menyerang Taliban dan Al-Qaida pascaserangan 9/11, Nakamura malah bergeming di sana.
Pengabdiannya yang begitu tulus ini tidak dapat dilepaskan dari mimpinya akan rakyat Afganistan yang hidup damai dan berkecukupan. Mimpi itu tetap terjaga meski usianya, kala itu, sudah 73 tahun. Dalam sebuah wawancara dengan media Jepang, ia bahkan menyebut akan terus mengabdi sampai 20 tahun lagi.
Cita-citanya yang besar untuk membangun kembali Afganistan begitu kuat. Ia pun pernah menyebut bahwa Afganistan hanya bisa dipulihkan lewat perbaikan di bidang pertanian, bukan pendekatan militer.
Satu setengah tahun usai kepergian Nakamura ke keabadian, rakyat Afganistan kembali diuji dengan pengambil-alihan kekuasaan resmi. Apabila Nakamura menyaksikan situasi ini, tentu ia akan senantiasa berharap agar rakyat Afganistan segera menemukan kebahagiaan dan kemakmuran di bawah pemerintahan siapa pun, termasuk Pemerintahan Taliban.
Berapa banyak hati yang kamu mau berikan untuk tulisan ini?
Rating rata-rata: 0 / 5. Jumlah rating: 0
Jadilah yang pertama untuk memberi rating pada tulisan ini.