Awal dan Akhir
Hari ini genap sebelas bulan Dina mengenal dia, satu-satunya orang yang berhasil membuat sifat dingin perempuan tersebut meleleh bak es krim kala cuaca terik. Awal pertemuan mereka memang cukup unik. Sang lelaki adalah teman satu organisasi sahabat karib Dina. Suatu ketika, sahabatnya sakit, tetapi ada dokumen organisasi yang harus diserahkan kepada lelaki itu. Akhirnya Dina pergi mewakili sahabatnya. Ketika bertemu, Dina yang tidak suka basa-basi segera menyerahkan dokumennya begitu saja tanpa ada sepatah kata yang keluar dari mulutnya. Lain halnya dengan lelaki itu. Ia berkata hangat, “Terima kasih, ya.” Dina hanya mengangguk dan berbalik pergi. Dari pertemuan itulah sepertinya Tuhan membuat rencana untuk menyatukan mereka di jalan yang sama.
Setelah tiga tahun berselang, mereka kembali dipertemukan. Kali ini dalam kelas yang sama. Setelah mencoba bekerja sana sini, Dina membulatkan tekad untuk melanjutkan pendidikannya ke jenjang S-2. Dari sekian banyak manusia di dunia, ternyata ia ditakdirkan sekelas dengan laki-laki itu. Tidak berhenti sampai di situ, mereka bahkan ada pada kelompok yang sama. Dina yang biasanya cuek perlahan-lahan mulai berpikir mengapa mereka selalu bertemu.
Berada dalam satu kelompok yang sama mau tak mau memaksa Dina untuk sering berinteraksi. Dari situlah sifat dingin Dina perlahan mulai mencair. Ia tak menyangka kalau laki-laki itu memiliki banyak kesamaan dengannya, mulai dari jenis musik, makanan, humor, bahkan warna kesukaan. Hari-harinya yang sepi dan kelabu perlahan mulai ramai dan cerah. Dina merasa hidup kembali setelah sekian lama menutup diri. Segala rintangan rasanya menjadi mudah karena ia tahu laki-laki itu selalu ada di sampingnya dan siap mendengar segala keluh kesahnya.
Dina sering mendengar bahwa persahabatan antara laki-laki dan perempuan tidak selalu berjalan mulus bagi sebagian orang. Entah salah satu atau keduanya pasti menyimpan rasa. Apabila dua-duanya menyimpan rasa tentu bukanlah suatu hal yang sulit. Tinggal menunggu waktu saja untuk terungkap. Lantas, bagaimana jika perasaan datang hanya dari satu pihak?
Awalnya dengan percaya diri Dina berkata kepada teman-temannya bahwa hatinya terbuat dari baja. Ia tidak akan melibatkan perasaan dalam persahabatannya dengan laki-laki itu. Nyatanya, ia keliru. Perasaan tersebut makin bertambah setiap harinya dan ia merasa bergantung pada laki-laki itu. Setelah gagal menjalani hubungan sebelumnya, Dina yakin bahwa laki-laki itu adalah orang yang tepat. Sayangnya, Dina lupa bahwa semesta kadang bercanda dan hidup tidak selalu indah bagaikan novel remaja. Ia menaruh harap terlalu tinggi sehingga ketika jatuh sakitnya luar biasa.
Hari ini, genap sebelas bulan Dina mengenal dia. Hidupnya kembali hampa. Matanya tertuju pada undangan bersampul kertas emas dan biru yang digenggamnya. Terpampang foto calon pengantin pria dan wanita yang keduanya ia kenal baik. Rasanya ia ingin berteriak sekencang-kencangnya, tetapi yang keluar dari mulutnya hanya isak yang menyatu dengan suara hujan dari luar jendela kamarnya. Kepalanya dipenuhi dengan pertanyaan mengapa. Sesaat kemudian, secara perlahan, pandangannya kabur dan akhirnya semua terlihat gelap.
Berapa banyak hati yang kamu mau berikan untuk tulisan ini?
Rating rata-rata: 0 / 5. Jumlah rating: 0
Jadilah yang pertama untuk memberi rating pada tulisan ini.