Setiap orang tentunya memiliki cara belajar masing-masing. Ada yang suka belajar bersama teman-temannya, ada yang lebih senang menyendiri, serta ada pula yang biasa menggunakan buku sebagai bantal tidur dan menganggap materinya akan masuk lewat mimpi.

Dari beragamnya cara belajar manusia, ternyata ada sebuah riset yang dilakukan oleh peneliti dari National Laboratories, Bethel, Maine, tentang tingkat bertahannya ingatan seseorang. Penelitian tersebut dilakukan berdasarkan cara belajar seseorang. The Learning Pyramid atau Cone of Learning adalah nama teori yang dihasilkan dari penelitian tersebut.

Gambar di atas merupakan persentase hasil penelitian piramida belajar. Pembagian cara belajar seseorang dibagi menjadi tujuh. Persentase paling besar ialah cara belajar dengan mengajarkan ilmu kepada orang lain. Hal tersebut membuktikan bahwa mengajarkan orang lain dapat membuat kita terus mengingat materi yang sedang dipelajari.

Saya menjadi teringat dengan salah satu nasihat Ulama Abu Nu’aim al-Ashbahani tentang mengamalkan sebuah ilmu dalam kitabnya, Hilyatul Auliya. Nasihat tersebut berbunyi, “Barangsiapa mengamalkan ilmu yang telah ia pelajari, maka Allah akan membuka untuknya hal yang sebelumnya ia tidak ketahui.” Jadi, rugi sendiri ternyata kalau kita pelit untuk berbagi, ya?

Posisi tertinggi kedua ialah cara belajar dengan melakukan praktik (practice). Kita kerap mendengar pepatah asing yang menyatakan practice make perfect.  Pepatah tersebut begitu populer karena memang benar bahwa penerapan praktik merupakan salah satu cara belajar yang efektif. Penerapan praktik langsung dapat menghasilkan pemahaman yang jauh lebih baik. Misal, saat mempelajari ihwal memasak, belajar langsung dengan hanya membaca teori akan berbeda, bukan?

Cara belajar berikutnya ialah diskusi (discussion) dengan persentase 50%. Saat ini, pola pembelajaran di perguruan tinggi sudah mengadaptasi cara belajar dengan berdiskusi. Sebutan populernya ialah focus group discussion (FGD). Di beberapa perusahaan/lembaga, cara belajar dengan FGD diadaptasi untuk memperoleh kandidat terbaik. Yang harus selalu diwaspadai saat berdiskusi ialah membicarakan orang lain. Sebagai pengingat, ada seorang mantan Ibu Negara Amerika Serikat, Eleanor Roosevelt, “Great minds discuss ideas, average minds discuss events, small minds discuss people.”

Empat posisi lainnya, yaitu demonstrasi (30%), audio-visual (20%), membaca (10%), dan mendengarkan orang berbicara. Meski berada pada empat posisi terendah, keempat cara belajar tersebut tetap bisa diterapkan. Alangkah baiknya jika dikolaborasikan dengan tiga belajar dengan persentase tinggi. Misalnya, setelah selesai membaca buku, kita bisa membedah buku tersebut bersama teman-teman. Setelah itu, hasil diskusinya bisa dibagikan kepada orang lain. Sekarang kita bisa membagikan ilmu melalui platform digital tanpa batas. Kita hanya perlu memilih platform dan format kiriman (suara atau tulisan).

Proses belajar akan terus bergulir sampai akhir hayat. Tiap-tiap dari kita secara alamiah dapat memaksimalkan empat keterampilan berbahasa, yaitu mendengar, berbicara, membaca, dan menulis. Tetap semangat menuntut ilmu dan membagikannya, ya.

Berapa banyak hati yang kamu mau berikan untuk tulisan ini?

Rating rata-rata: 5 / 5. Jumlah rating: 1

Jadilah yang pertama untuk memberi rating pada tulisan ini.