Kalbu
Tiap kali aku celikkan mataku, empat sisi dinding membatasinya.
Tiap kali aku menyendengkan telingaku, keheningan fajar merasukinya.
Tiap kali aku membuka mulutku, kata-kataku dihempas angin yang bergelora.
Tiap kali aku menggenggam tanganku, hanya udara kosong yang mengisinya.
Tak kusadari, sang mentari silih berganti terbit dan tenggelam,
Burung-burung mengepakkan sayapnya ke sana dan kemari,
Terkadang tangisan air hujan menyendukan suasana yang sepi,
Dan juga bintang gemerlap dan rembulan memancarkan terangnya.
Sudah lama diriku tak menjejakkan kaki ini,
Untuk sekadar melangkah, pergi ke suatu tempat,
Menghabiskan detak jam yang tak pernah lelah berbunyi,
Merangkai kata-kata hingga kegelapan menyapa.
Sudah lama mataku tak terpana dengan rupa gemulaimu,
Menyaksikan senyummu yang anggun bak mekarnya bunga,
Memandangmu tertegun seakan bidadari surga,
Mengisi relung hati yang tiada terpuaskan olehmu.
Sudah lama telingaku tidak mendengar senda guraumu,
Bercanda tawa hingga bersedih gulana sepanjang mentari bersinar,
Melanturkan sepatah dua kata nirleka,
Dan mengetahui dikau akan menghayatinya selalu.
Sudah lama tanganku tidak membelai rambut panjangmu,
Merasakan genggaman hangat dari gemulainya tanganmu,
Membubuhkan aksara di atas kertas yang putih nan bersih,
Mengutarakan asmaraku kepada dikau tanpa pamrih.
Jarak yang jauh menceraikan kita dengan tega,
Waktu yang lama menghanyutkan kita ke arus kesendirian yang dalam,
Tetapi setiap saat aku terbangun dari nyenyaknya tidurku,
Aku percaya niscaya kita akan berjumpa, kelak di bawah kalbu.
Berapa banyak hati yang kamu mau berikan untuk tulisan ini?
Rating rata-rata: 0 / 5. Jumlah rating: 0
Jadilah yang pertama untuk memberi rating pada tulisan ini.