Misteri di Kota Bandung
Wah, menulis tentang Bandung lagi. Dari sekian banyak kota, entah kenapa, hatiku selalu berlabuh di kota ini. Mungkinkah karena aku lahir dan tumbuh di sini? Atau karena kota ini diam-diam menyimpan jimat yang membuat orang ingin kembali lagi? Hm, mari kita telusuri satu persatu.
Awalnya, aku bingung kenapa orang-orang kerap meromantisasi kota Bandung yang menurutku tidak ada bedanya dengan kota-kota lain. Menghindari kemacetan? Bandung di akhir pekan selalu penuh dengan kendaraan plat B. Mencari “Mojang Priangan”? Saya yakin di daerah lain pasti banyak “Mojang” yang tak kalah rupawan. Lantas apa yang membuat orang-orang ingin kembali lagi ke kota ini?
Pertanyaan tersebut akhirnya aku lontarkan ke temanku, Saski, yang tinggal dan tumbuh dewasa di Bekasi. Jawabannya sangat simpel dan membuatku heran, “Karena punya banyak tempat buat wisata kuliner.” Ya ampun. Aku rasa daerah lain juga punya tempat wisata kuliner. Namun, aku akui, jajanan khas Bandung seperti seblak, cilok, basreng, bandros, combro, dan masih banyak lagi memang nikmat tiada dua. Belum pernah aku temukan daerah lain yang menjual jajanan serupa dengan rasa yang lebih maknyus. Oke, alasan tersebut diterima.
Selain Saski, aku juga bertanya kepada Eli, temanku yang asli orang Medan. Dia menjawab katanya orang Bandung ramah-ramah, apalagi di Medan dia terbiasa untuk mendengar orang-orang berbicara dengan nada tinggi. Oke, alasan tersebut bisa aku terima juga karena selama ini orang Bandung yang aku temui memang tidak suka bicara blak-blakan dengan nada tinggi.
Terakhir, aku bertanya kepada Mas Pacar yang sekarang sudah berganti nama menjadi Mas Mantan, hahaha. Apakah dia akan menjawab, “Karena ada kamu.”? Oh, tentu tidak, Pembaca. Dia menjelaskan alasannya secara panjang lebar mengenai suhu udara, pohon-pohon rindang, dan area publik. Kurang lebih dia berkata seperti ini, “Bandung itu suhu udaranya bersahabat banget. Kalaupun panas, ya, ndak sepanas Surabaya. Masih bisa ditoleransi. Selain itu, banyak area publik yang bagus-bagus kayak Balaikota, Taman Vanda, Taman Film, dan Taman Sejarah.” Awalnya, aku kurang setuju karena di kota lain juga ada banyak area publik. Namun, dia berdalih kalau area publik di kota lain tidak serapi dan sebersih Bandung. Hm, baiklah, aku terima.
Terlepas dari tiga alasan tersebut, aku yakin banyak alasan-alasan lain yang sampai saat ini masih menjadi misteri. Semoga seiring berjalannya waktu aku bisa memecahkan misteri tersebut sedikit demi sedikit. Bisa juga seluruhnya akan langsung terjawab ketika akhirnya suatu hari nanti aku harus pergi meninggalkan Bandung dan giliran menjadi orang yang ditanyai alasannya.
Berapa banyak hati yang kamu mau berikan untuk tulisan ini?
Rating rata-rata: 0 / 5. Jumlah rating: 0
Jadilah yang pertama untuk memberi rating pada tulisan ini.