Lebih dari Sekadar Teman Baik
Saya tidak pernah benar-benar tergila-gila—dalam artian menjadi penggemar—terhadap suatu hal, kecuali terhadap Harry Potter. Saya jatuh cinta sejak pandangan pertama pada buku, film, hingga barang apa pun yang berhubungan dengan Harry Potter, setidaknya sampai saya berumur sembilan belas tahun.
Sewaktu di bangku perkuliahan S-1, saya memiliki seorang sahabat yang menonton satu serial televisi yang sama setiap hari. Serial televisi itu adalah “Friends”—sebuah komedi serial televisi buatan Amerika Serikat yang ditayangkan selama sepuluh musim di NBC, sejak 22 September 1994—6 Mei 2004. Gagasan ceritanya sederhana, yakni masa ketika teman-temanmu adalah keluargamu. Sahabat saya selalu menonton ulang “Friends” dan tidak peduli seberapa sering ia mengulangnya, ia akan selalu tertawa. Setiap kali saya masuk ke kamar indekosnya dan ia sedang tertawa terbahak-bahak, ia pasti sedang menonton “Friends”. Saat itu, saya pikir ia gila dan aneh.
Sampai akhirnya pada tahun ketiga perkuliahan, saya sedang bosan dan entah kenapa jari saya mengetik “Friends” untuk ditonton. Saya berhenti pada episode kedua karena terasa sangat membosankan. Saya pun menggantinya dengan film lain. Enam bulan kemudian, lagi-lagi tanpa alasan yang jelas, saya tergerak untuk melanjutkan menonton “Friends”. Saya mencoba untuk menikmatinya. Tanpa disangka, kali ini saya tidak bisa berhenti menonton. Saya menyukainya. Saya menonton sepuluh musim dengan 236 episodenya sampai selesai dalam waktu dua minggu. Perlahan tapi pasti, saya jatuh cinta pada komedi serial ini.
Sejak saat itu, “Friends” telah benar-benar menjadi teman saya. Ia menjadi kawan baik kala sulit dan bahagia. Ketika sedang dalam masa-masa terburuk dan tak ingin bicara dengan siapa pun tentang perasaan saya, saya akan menonton “Friends”. Tidak peduli seberapa kacau perasaan saya saat itu, “Friends” selalu berhasil membuat saya merasa lebih baik.
Hari ini, ketika menyaksikan “Friends: The Reunion” setelah setahun terakhir menantinya, air mata saya tak bisa tertahankan. “Friends” telah menjadi bagian penting dalam hidup saya selama beberapa tahun belakangan. Saya tidak pernah merasa sehangat ini terhadap suatu komedi serial televisi Barat—yang menurut saya sering kali tidak lucu. Namun, “Friends” berbeda. “Friends” membuat saya merasa memiliki teman yang humoris dan penuh kasih.
David Beckham dalam “Friends: The Reunion” mengatakan, “Saya menonton ‘Friends’ karena itu membuat saya tersenyum. Setiap kali sedang jauh dan merasa terpuruk, saya akan menonton ‘Friends’ dan itu membuat saya tersenyum hingga menangis.”
Seorang penggemar dari India yang mengenal “Friends” saat ayahnya sekarat juga mengatakan, “Tidak peduli seberapa banyak kesakitan, kecemasan, dan masalah yang sedang kauhadapi saat ini, jika kau melihat layar yang menampilkan ‘Friends’, kau akan tertawa.”
Saya sepakat dengan keduanya. Saya menonton “Friends” setiap hari. Betul, setiap hari, baik itu hanya cuplikan video maupun episodenya secara penuh. Tiada hari tanpa Monica, Chandler, Joey, Phoebe, Rachel, dan Ross. “Friends” lebih dari sekadar teman baik. Ia berhasil membuat saya percaya bahwa hidup akan baik-baik saja, bahkan ketika hal baik itu tak kunjung menunjukkan rupanya.
Berapa banyak hati yang kamu mau berikan untuk tulisan ini?
Rating rata-rata: 5 / 5. Jumlah rating: 1
Jadilah yang pertama untuk memberi rating pada tulisan ini.