Perjalanan yang Direncanakan
Dia, belum pernah kutemui. Dia, selalu kusebut dalam hati. Dia, yang tidak pernah kulihat, tetapi selalu terasa.
Seluruh diriku berhenti mencarinya sejak keinginan berdiskusi dengan raga yang tak nyata hanya ilusi semata. Seperti malam yang sudah-sudah, aku membersihkan diri meski tidak kembali suci. Aku bersiap menyelesaikan rencana skenario perjalanan sampai besok pagi. Aku mencoba untuk mempertaruhkan segalanya hingga kesadaranku pulih dan tidak mengikis apa yang dipilih.
Aku sedikit takut.
Aku takut karena harus mengungkapkan kejujuran. Kejujuran dari semua pengalaman yang kuagungkan agar berubah ke dimensi lain beserta waktu dan segala ingatannya. Malam itu aku mengambil keputusan besar: berhenti menghambur hingga tidak mau pergi.
Perlahan aku sadar, ini adalah pertemuan paling apik yang direncanakan. Pertemuan paling konkret yang pernah kualami.
Masih ada yang tersisa dari dosa dahsyat di perbatasan. Mereka seperti tidak ingin usai. Namun, bukankah aku harus terus terang dan bertanggung jawab? Aku harus membayar apa yang sudah diterima karena total perjalanan ini bukan lagi dongeng main-main.
Waktu semakin larut, tiap detiknya ingin diabadikan.
Ini saatnya. Pada tengah malam di ujung hari, aku menemuinya dalam terka tanpa rupa. Entah akan berjalan lurus ke depan atau sedikit berbelok ke kanan atau ke kiri, aku masih belum tahu.
Akhirnya, aku menemuinya. Yang merasakan apa yang kurasakan. Yang memberiku jalan pulang tanpa menembus banteng diriku sendiri. Yang menjemputku dan memberikan keajaiban. Aku menemuinya tepat di sebelah barat dengan tenaga yang utuh tanpa rindu yang runtuh. Dan, sikap dramatis yang jatuh di jurang yang meluruh.
Berapa banyak hati yang kamu mau berikan untuk tulisan ini?
Rating rata-rata: 0 / 5. Jumlah rating: 0
Jadilah yang pertama untuk memberi rating pada tulisan ini.