Saya kadang galau ketika akan memulai sebuah hal baru. Saya ragu mulai dari mana, bingung mesti menyiapkan apa, dan belum tahu apa yang akan dicapai. Kegalauan itu membuat saya membeku dan menahan langkah. Seiring dengan berjalannya waktu, saya menemukan formula untuk mengatasi kegalauan itu: Kita harus mengawali langkah dengan intensi dan mengakhiri dengan introspeksi.

Intensi atau tujuan adalah hal pertama yang harus kita tentukan untuk memulai sesuatu. Ibarat sebuah kapal yang perlu dermaga tujuan, segala tindakan kita pun perlu arah yang jelas. Arah itu akan membimbing kita mencapai sasaran, mengembalikan kita ketika terlena, dan menjadi tolok ukur keberhasilan.

Ketika menulis, misalnya, penentuan tujuan tulisan—baik dari segi pesan maupun audiens—berguna untuk mengefisienkan dan mengefektifkan penulisan. Tujuan itu dapat membantu kita mengumpulkan bahan dan menyusun ragangan tulisan. Ini terutama tampak nyata pada penyusunan tulisan panjang, seperti laporan dan novel. Tulisan pendek, seperti surat dan artikel, pun terbantu dengan penentuan tujuan yang jelas sejak awal.

Pentingnya penentuan tujuan juga tampak dalam pelaksanaan kegiatan. Pengabaian penentuan tujuan dalam perencanaan sebuah kegiatan dapat menimbulkan kesulitan dalam pelaksanaan karena tidak adanya arah dan ukuran yang jelas. Kita perlu meluangkan waktu untuk menetapkan tujuan kegiatan, baik berupa tujuan langsung maupun manfaat tidak langsung.

Setelah menetapkan ujung akhir yang diharapkan, kita pun berlayar menuju titik sasaran itu. Dalam penulisan, kita mengembangkan karangan kita. Dalam pelaksanaan kegiatan, kita melakukan tahapan aktivitas yang direncanakan. Semuanya dengan dibimbing oleh intensi yang ditetapkan pada saat awal, yang dapat saja disesuaikan dengan keadaan.

Satu hal yang bermanfaat untuk dipraktikkan setelah tiba pada sasaran ialah introspeksi. Introspeksi menciptakan siklus kebajikan (virtuous cycle). Kesalahan menjadi bahan pelajaran yang berharga untuk tidak lagi dilakukan di kemudian hari. Kita kerap malas berefleksi terhadap apa yang sudah kita kerjakan dengan alasan lebih baik menatap masa depan daripada menyesali masa lalu. Sekadar penyesalan memang tiada berguna, tetapi yang diharapkan dari sana ialah perbaikan di masa depan.

Awali dengan intensi dan akhiri dengan introspeksi membuat kita selalu memperbaiki diri. Tiada gading yang tak retak, tetapi perbaikan terus menerus dengan tolok ukur yang jelas niscaya membantu kita menjadi lebih sempurna. Sedikit demi sedikit, lama-lama menjadi bukit.

Berapa banyak hati yang kamu mau berikan untuk tulisan ini?

Rating rata-rata: 0 / 5. Jumlah rating: 0

Jadilah yang pertama untuk memberi rating pada tulisan ini.