Cerita
Ketika menyunting tulisan swalatih, saya tidak hanya memperhatikan kemasannya—seperti penulisan ejaan, pemilihan kata, dan perangkaian kalimatnya, tetapi juga isi yang disampaikan. Sebagian besar tulisan itu—yang terbit sejak Oktober tahun lalu, sepengamatan saya, memuat cerita pengalaman dari si penulis. Kondisi demikian sangat berbeda jika dibandingkan dengan masa awal program swalatih diadakan. Pada saat itu, sekitar Juli dan Agustus 2020, tulisan swalatih didominasi oleh pembahasan teknis atau kiat, misalnya pemasaran dengan metode penceritaan dan kiat berbicara di depan umum.
Perubahan tersebut disebabkan oleh kebijakan pembebasan tema—dan format—agar para pramubahasa dapat menulis apa pun. Saya setuju dengan itu. Pembebasan tema merangsang orang untuk mau menuangkan isi kepalanya menjadi tulisan tanpa batas-batas yang menakutkan. Bukankah langkah penulisan yang baik diawali dengan hasrat dan kegiatan menulis itu sendiri?
Tulisan mengenai pengalaman individu pun bermunculan. Sebagai penikmat cerita sekaligus narablog, hal itu mengingatkan saya pada tren bercerita di blog atau Kaskus yang masih ada beberapa tahun yang lalu, sebelum media sosial secanggih sekarang. Isi tulisan lebih sering mencakup pengalaman keseharian.
Di sanalah si penulis mengungkapkan segala emosinya. Kalimat-kalimat dirangkai dengan perasaan murni. Kata-kata pun dibiarkan apa adanya. Bahkan, umpatan tidak perlu disembunyikan. Ia hadir sebagai pewarna yang memang lahir dari kenyataan.
Dengan membaca tulisan seperti itu, saya dapat mengetahui sudut pandang personal tiap penulis terhadap suatu masalah, baik yang rumit maupun remeh. Ada pula karakter atau kekhasan yang ditunjukkan, baik secara sengaja maupun tidak. Imajinasi-imajinasi juga tidak jarang bertebaran di sana-sini. Itu semua membuat saya suka membaca cerita orang lain.
Yang jelas, saya dapat membaca pemaparan teoretis, misalnya tentang pembentukan kata, pada berbagai buku. Pembentukan Kata dalam Bahasa Indonesia oleh Harimurti Kridalaksana dan Morfologi Bahasa Indonesia: Pendekatan Proses oleh Abdul Chaer adalah dua dari sekian banyak buku yang memuat teori tersebut. Namun, cerita tentang pengalaman begitu unik. Saya tidak dapat menemukan pengalaman A pada tulisan B. Begitu juga sebaliknya.
Mungkin itulah yang membuat tiap orang terasa spesial. Mereka punya cerita masing-masing yang sangat menarik untuk ditelusuri. Akan sangat membosankan jika semua orang punya cerita yang benar-benar sama. Bukankah kita memang tidak berkewajiban untuk menjadi sama?
Berapa banyak hati yang kamu mau berikan untuk tulisan ini?
Rating rata-rata: 0 / 5. Jumlah rating: 0
Jadilah yang pertama untuk memberi rating pada tulisan ini.