Cerita tentang Pompa (Bagian 2)
Sampai sekarang, saya belum tahu bagaimana postur tubuh Ayah yang tidak jauh berbeda dengan saya bisa masuk ke dalam bak penampungan dan mengurasnya dari dalam. Yang menyulitkan, di atas bak penampungan kami terdapat kanopi dan pondasinya. Jarak dari bagian atas penampungan dan pondasi itu hanya dua jengkal. Berarti, selama ini, entah bagaimana Ayah bisa melesakkan tubuhnya dengan jarak itu untuk keluar dan masuk ke dalam bak penampungan. Tukang penguras pun bingung dan harus melubangi kanopi kami untuk bisa masuk dan menguras bak penampungan itu. Ayah 1, tukang penguras 0.
***
Saya, yang sebenarnya tidak tahu-menahu masalah pompa air, bergegas membawa pompa yang bermasalah itu ke tukang pompa air.
“Wah. Ini, mah, harus ganti, Mas. Dinamonya rusak,” kata tukang pompa sambil sedikit mengecek pompa saya.
Waduh. Bakalan mahal, nih.
“Kalau mau, ganti yang seperti ini, Mas. Enggak seberapa mahal.” Kata tukang pompa lagi seraya menyebutkan nominal harga yang membuat saya bergumam, “Enggak mahal, lah. Situ, kan, penjual.”
“Oh, gitu, ya, Mas. Ya, udah, deh. Saya coba tanya orang rumah dulu, ya. Nanti saya balik lagi.” Itu hanya alasan saya saja biar bisa berpikir lebih lama untuk membeli pompa baru atau tidak. Orang cenderung impulsif ketika terasa tidak punya pilihan. Padahal, pilihan itu selalu ada. Itu yang saya pelajari dari Ayah.
Sampai rumah, saya cek lokapasar. Benar saja. Harga pompa air di sana 20% lebih murah dibandingkan dengan yang dikatakan tukang pompa air tadi. Saya tak langsung membeli. Yang saya pikirkan pertama adalah bisa pasangnya atau tidak?
Saya kemudian berandai-andai. Kalau Ayah ada di rumah, dia pasti akan berinisiatif pasang sendiri daripada harus minta pasang ke tukang pompa. Lagi pula, ada YouTube.
Maka, dengan berbekal niat, bismillah, dan segenggam ponsel beserta kuota, saya beli pompa air di lokapasar untuk diantarkan via ojek daring ke rumah.
***
Tiga jam berlalu sejak pompa air ini saya buka dari kardusnya. Semua pipa sudah terpasang sebagaimana mestinya. Saya yakin betul karena saya hanya meniru pemasangan pompa sebelumnya. Namun, air belum juga mengalir. Saya wudu untuk persiapan salat Asar. Air sudah mengalir kecil karena penampung sudah hampir kosong.
Saya salat sambil berdoa untuk Ayah sekaligus minta maaf.
“Ayah, maaf, ya. Saya udah coba pasang pompa airnya, tapi, ndak tahu kenapa, air belum bisa mengalir juga. Saya bukannya enggak mau nyoba lagi. Saya takut terlalu lama usaha dan akhirnya gagal. Habis ini saya panggil tukang pompa air aja, boleh?”
Berapa banyak hati yang kamu mau berikan untuk tulisan ini?
Rating rata-rata: 0 / 5. Jumlah rating: 0
Jadilah yang pertama untuk memberi rating pada tulisan ini.