Menjalin Komitmen
Bulan lalu seharusnya saya mulai mengerjakan pelajaran tahsin (memperbaiki dan meningkatkan mengaji) bab berikutnya. Akan tetapi, karena trouble maker yang tanpa saya duga terjadi, jadwal yang saya susun jadi berantakan. Saya menjadi tergesa-gesa untuk mengerjakan materi-materi yang tertinggal. Jujur, saya bukanlah orang yang bisa langsung bersemangat ketika memperoleh dukungan dari luar. Semangat yang saya peroleh perlu muncul dari dalam diri sendiri dengan kesadaran penuh. Ini yang terkadang menjadi hambatan saat tiba-tiba terjadi kejadian di luar dugaan. Padahal, kejadian-kejadian yang terjadi di luar dugaan ini akan selalu ada. Saat itu saya mulai membenahi cara mengatur komitmen dengan pekerjaan supaya tidak menjadi sumber masalah dalam diri.
Saya mengawali dengan memastikan kembali tujuan akhir melakukan pekerjaan-pekerjaan dan mulai mengingat kembali alasan dan impian besarnya. Syukurlah saat itu saya tidak sendirian dalam memperoleh jalan keluarnya. Selain berdoa, saya mengikuti sesi konseling psikolog secara daring sebagai bentuk usaha sehingga terbantulah dengan memperoleh beberapa solusi.
Saya diminta untuk mulai menata fokus atau konsentrasi supaya tidak terpecah-pecah menjadi banyak hal sehingga waktu yang saya dedikasikan bisa secara penuh. Saya bersyukur, di era digital saat ini, ponsel-ponsel sudah cukup canggih. Alhamdulillah, telepon genggam saya mendukung fitur mode fokus yang bisa mengatur aplikasi-aplikasi supaya tidak mengeluarkan notifikasi yang dapat mengganggu fokus.
Berikutnya, saya mulai perlu menjaga motivasi. Saya sudah paham dengan diri sendiri bahwa sumber semangat terbesar muncul dari dalam. Oleh karena itu, sumber semangat ini perlu terus ada dan konsisten. Saya mulai memperhatikan pola tidur yang cukup dan makanan yang saya konsumsi. Selain itu, kebutuhan sosial saya untuk berbincang-bincang dengan keluarga atau teman turut menjadi kebutuhan yang harus dipenuhi. Lalu, berolahraga minimal sepekan sekali supaya membuang energi negatif dan bonusnya tubuh jadi bugar.
Solusi terakhir membuat saya senyum-senyum. Apabila saya masih kesulitan untuk mengatur komitmen pekerjaan, saya diminta untuk melibatkan orang lain yang melakukan hal yang sama atau menyampaikan janji komitmen saya kepada orang yang bisa mengingatkan saya. Apakah ini sebenarnya sudah menjadi peringatan bagi diri saya kalau membutuhkan bahu untuk bersandar?
Berapa banyak hati yang kamu mau berikan untuk tulisan ini?
Rating rata-rata: 0 / 5. Jumlah rating: 0
Jadilah yang pertama untuk memberi rating pada tulisan ini.