Saya sudah terbiasa berurusan dengan kurir sejak saya berjualan di lokapasar pada tahun 2011. Mulai dari mengirim barang ke ujung negara ini sampai ke luar negara ini, saya pernah. Yang belum pernah saya lakukan adalah mengirim barang yang berukuran besar dan banyak seperti di bawah ini.

Sebelumnya, saya harus memutuskan apa saja yang harus saya tinggal dan apa saja yang harus saya bawa. Kamar-indekos saya yang kedua memang lebih besar dibandingkan kamar ketika saya pindah pertama kali. Sebagai gambaran, kamar saya yang pertama hanya menyediakan satu lemari. Sementara, kamar yang kedua menyediakan dua lemari berukuran sama. Jadi, bisa dibayangkan, ya.

Setelah berdiskusi dengan diri sendiri, saya memutuskan untuk meninggalkan barang-barang berikut.

  1. Karpet pertama kali yang dibelikan ayah saya. Ia takut bahwa saya akan menggelinding ke lantai setelah melihat tempat tidur di indekos saya hanya berukuran untuk satu orang.
  2. Kipas angin yang sudah tak memiliki rangka depan dan sudah tidak bisa “bergeleng-geleng” lagi. Saya juga ndak tahu kenapa bisa seperti itu.
  3. Galon air mineral yang sudah menemani saya selama satu tahun terakhir. Saya membelinya karena saya akhirnya berpikir, “Boros juga, ya, kalau tiap minum beli air botolan.”
  4. Meja lesehan yang kakinya sudah reyot karena tidak pernah dirakit dengan benar. Dulu, saya membeli meja itu dalam bentuk pretelan. Setelah sampai Surabaya, saya baru ingat kalau saya ndak punya palu. Jadilah saya gunakan alat seadanya untuk merakit meja itu.
  5. Akuarium ikan cupang yang sudah kosong karena Markonah, ikan cupang saya, sudah meninggal empat bulan sebelumnya.
  6. Seperangkat alat masak yang baru saya gunakan setelah PSBB digalakkan di Surabaya. Warung-warung makan tutup. Itu membuat saya terpaksa harus masak untuk tetap hidup di perantauan. Rekor masakan tersulit yang pernah saya masak di indekos adalah opor ayam.

Sementara itu, barang-barang yang saya bawa adalah berikut.

  1. Beberapa pakaian saya. Walau saya bilang beberapa, sebenarnya ada dua kantong besar dengan berat kurang lebih sepuluh kilogram.
  2. Alat-alat elektronik, alat perekaman siniar, dan dus-dus ponsel yang pernah saya beli di Surabaya—saya tiga kali kehilangan ponsel selama berada di Surabaya.

Singkat cerita, saya sudah berhasil merapikan barang-barang tersebut. Selain dipisahkan menjadi barang-barang yang akan saya tinggal dan saya bawa, ada juga barang-barang yang harus saya buang. Jumlahnya tidak sedikit. Di antara barang-barang itu, ada jas hujan yang sudah rusak—yang entah kenapa masih saya simpan, dokumen fotokopi materi kuliah pada semester 1—yang entah kenapa juga masih saya simpan, dan gir motor—yang juga entah kenapa masih tersimpan di lemari saya.

Bukan. Gir itu bukan bekas tawuran. Saya dulu pernah mengganti gir motor di Surabaya. Lalu, entah kenapa, sebuah pemikiran aneh muncul dalam otak saya: “Gir yang lama saya bawa pulang saja, deh. Siapa tahu berguna.” Dan, ya, berguna juga, akhirnya. Berguna untuk merepotkan saya saat beres-beres.

 

Berapa banyak hati yang kamu mau berikan untuk tulisan ini?

Rating rata-rata: 4.7 / 5. Jumlah rating: 3

Jadilah yang pertama untuk memberi rating pada tulisan ini.