Pertemuan Singkat
“Teteh ke kosan saya aja. Nggak papa.”
Satu kalimat yang masih terngiang sampai saat ini itu terucap dari seorang kawan baruku, Marisa. dengan Marisa menjadi pelajaran berharga kadang-kadang ada hal yang tanpa kita duga dapat menjadi penolong. Kehadirannya bagaikan malaikat pengabul harapanku yang sederhana: harapan untuk segera mandi karena kepanasan.
Cerita bermula dari perjalananku menuju Bandung dengan menggunakan kereta. Aku menyadari bahwa pilihan kereta yang tersedia hanya satu dan berangkat malam hari. Untuk antisipasi, empat hari sebelumnya, aku sudah bersepakat dengan salah satu temanku di Bandung untuk menumpang sebentar di rumahnya ketika sudah tiba di Bandung karena waktu tiba kereta di Bandung pukul lima pagi.
Namun, saat aku tiba di Stasiun Bandung, temanku ternyata lupa. Salahku juga tidak mengingatkan kembali sehari sebelumnya. Padahal, pertemuan terakhir dengan temanku ditutup dengan ucapan, “Kabar-kabari, ya.”
Ya, sudah. Aku mencoba tenang dan mulai berjalan mencari masjid terdekat karena ingat belum menunaikan ibadah Subuh. Saat berjalan menuju masjid, aku membayangkan toiletnya dapat digunakan untuk mandi. Sayang sekali, tempat itu tidak nyaman digunakan untuk mandi.
Jam menunjukkan pukul tujuh. Aku sudah pindah tempat. Kali ini aku memilih duduk di tempat menunggu keberangkatan. Aku sedang berpikir untuk mencari tempat lain yang bisa kugunakan untuk mandi. Pikiranku tertuju pada Masjid Pusdai, masjid besar yang jaraknya tidak jauh dari stasiun.
Aku bergegas menuju pintu keluar, tetapi tiba-tiba merasakan panggilan alam yang mengharuskan buang air kecil. Aku berbelok mencari petunjuk toilet terdekat. Koper dan tas kecil ikut kubawa menuju toilet.
Pintu toilet itu ternyata tidak bisa ditutup. Untunglah, ada dua perempuan di depan toilet. Aku berpikir untuk meminta tolong kepada mereka memegangkan gagang pintunya. Syukurlah, salah satu dari mereka merespons. Satunya lagi sedang celingukan entah sedang mencari apa.
Ah, lega. Aku lantas duduk bersama mereka di bangku depan toilet sambil menanyakan arah Masjid Pusdai. “Mungkin mereka tahu. Coba, deh, kenalan.” Begitu pikirku.
Tak disangka, obrolan yang tadinya sesederhana ingin bertanya alamat, justru melebar ke penceritaan kondisiku saat itu. Akhirnya, anak yang sibuk celingukan tadi itu menawarkanku untuk singgah ke kosannya. Persis seperti kalimat pembuka cerita ini. Berkesan sekali. Pikirku, “Ini beneran?” Kami belum pernah bertemu sebelumnya, tetapi dia berani menawarkan itu padaku. Aku menyambut tawarannya dengan senyuman sekaligus rasa lega. Badanku benar-benar sudah tidak betah kepanasan dan aku ingin segera berganti baju.
Hampir lima jam aku berada di kosan Marisa. Aku gunakan waktu itu untuk makan, mengobrol, bahkan tidur. Akhirnya, mobil Grab yang menjadi tanda waktuku berpisah dengan Marisa datang. “Ntar datang ke nikahanku, ya. Biar kamu main ke Semarang,” candaku sebagai penutup pembicaraan kami supaya tidak canggung. Marisa mengangguk sambil tertawa. Mobil melaju perlahan, ia melambaikan tangan. Benar-benar pertemuan singkat yang terkenang.
Penulis: Listi Hanifah
Penyunting: Ivan Lanin
Berapa banyak hati yang kamu mau berikan untuk tulisan ini?
Rating rata-rata: 0 / 5. Jumlah rating: 0
Jadilah yang pertama untuk memberi rating pada tulisan ini.