Sebelum Tidur
Sebelum tidur, saya kerap berlewah pikir akan hal-hal sentimental. Pertanyaan dan perandaian datang bergantian. Mereka bermain-main dalam angan, memundurkan waktu tidur hingga berjam-jam kemudian.
Yang paling sering datang memang pertanyaan. Ia selalu berkaitan dengan hari depan. Meskipun kondisi hidup sekarang dapat dibilang cukup, saya kadang masih terpikir tentang arah semua ini mengalir. Dalam lima atau sepuluh tahun yang akan datang, masih begini-begini sajakah saya? Adakah keadaan yang membuat saya kembali bergairah untuk melakukan sesuatu sebagaimana ketika gejolak-gejolak muda dahulu pernah bernyawa dan berderu?
Ya, memang sedikit-sedikit sudah ada gambaran. Seperti orang pada umumnya, mungkin saya akan menikah. Namun, hati kecil masih punya api untuk membawa saya menjelajahi hal-hal yang belum saya ketahui. Saya ingin berdiri di pagar kapal pesiar sambil menikmati samudra dan tarian lumba-lumba. Saya ingin membuat puisi di tepi danau di Montana atau di kaki Pegunungan Alpen di Eropa. Semua menjadi cita-cita yang beradu menggebu-gebu . Namun, angan kembali lagi di atas kasur keras, tempat hari-hari mengeluarkan napas.
Meski tak sesering pertanyaan, perandaian juga tidak segan untuk berkawan. Sampai sekarang, saya masih sering berandai-andai mampu berbuat lebih baik pada beberapa bagian masa belakang. Saya ingin meminjam kekuatan The Flash untuk berlari sekencang-kencangnya lebih dari kecepatan cahaya. Kalau mampu melakukan itu, saya dapat menembus waktu dan memilih-milih kisah hidup mana yang akan saya revisi.
Kadang, saya juga ingin kembali ke masa lalu hanya untuk bertemu orang yang tidak saya kenal, seperti gadis di halte bus kampus itu. Saya ingat betul bahwa saya baru pulang dari Malang. Setelah naik kereta jarak jauh dan KRL, saya tiba di stasiun kampus untuk setelahnya berjalan kaki ke tempat indekos. Saya merasa capai dan duduk sebentar di halte dekat situ. Tiba-tiba ada yang berkata, “Mas, ada botol di belakang.” Saya melihat ke arah yang diucapnya. Ada botol air tanpa tutup yang masih banyak isinya. Tas saya menyenggol botol itu rupanya. Setelah itu, dengan menyadari bahwa maksud yang disampaikannya baik, saya melihatnya, tepat pada matanya. Namun, bibir saya tiba-tiba membeku hingga yang keluar hanya kata iya.
Hingga hari ini, saya tak tahu siapa namanya. Saya hanya ingat rambutnya yang sepundak dan sebagian raut wajahnya. Hari yang mungkin bisa jadi lebih indah itu berlalu begitu saja.
Pernah saya berdoa agar semua hal indah, baik yang sudah maupun yang belum terjadi hadir dalam mimpi. Sekali dua kali memang benar terpenuhi dan saya sangat senang. Ketika mimpi terasa jauh lebih indah, saya berharap dapat tinggal di dalamnya. Kalau tidak untuk selamanya, paling tidak untuk waktu yang lebih lama. Akan tetapi, selama-lamanya mimpi toh berakhir juga. Ketika mencoba mengulanginya dan tidak bisa, saat itulah keharuan amat terasa.
Berapa banyak hati yang kamu mau berikan untuk tulisan ini?
Rating rata-rata: 0 / 5. Jumlah rating: 0
Jadilah yang pertama untuk memberi rating pada tulisan ini.