Wak Umbing
Di salah satu persimpangan jalan di Kota Medan, dengan sebuah mesin kompresor dan becak, Wak Umbing bekerja seorang diri sebagai tukang tambal ban. Masyarakat sekitar menjulukinya Wak Umbing karena ia memiliki bibir yang sumbing. Abdul Wahab (57), alias Wak Umbing, sudah sebelas tahun memperbaiki ban dari berbagai jenis motor.
Terik matahari atau derasnya guyuran hujan tidak mematahkan semangat kerja Wak Umbing. Setiap hari, sejak pukul tujuh pagi hingga lima sore, Wak Umbing mencari nafkah untuk keluarga. Meski telah memasuki usia senja, ia masih mampu memperbaiki ban motor yang bocor dan kempis.
Wak Umbing hidup bersama istri dan kedua anaknya di sebuah rumah sederhana. Istrinya bekerja sebagai ibu rumah tangga, sedangkan kedua anaknya masih mengenyam pendidikan di bangku SMP dan SMA.
Dari pagi hingga petang, Wak Umbing senantiasa siap melayani jasa tambal dan isi angin ban. Jasanya untuk tambal ban hanya dibayar Rp10 ribu per lubang. Sementara itu, untuk isi angin, ia hanya mendapat Rp1 ribu untuk satu ban.
Sehari-hari, Wak Umbing mampu mendapatkan penghasilan sekitar Rp100 ribu. Dengan tenaga dan semangatnya, ia berhasil memperbaiki sekitar sepuluh—dua belas lubang ban motor. Hasil dari keringatnya bekerja itu sepenuhnya diberikan untuk kebutuhan rumah tangga dan pendidikan anaknya.
“Sebenarnya enggak ditetapkan, tetapi kalau bisa Wak harap di atas seratus. Alhamdulillah kadang lebih. Alhamdulillah juga kadang kurang,” ungkapnya seraya bersyukur.
Di luar aktivitasnya sebagai tukang tambal ban, Wak Umbing juga menerima jasa mengelas. Namun, pekerjaan ini hanya dilakukannya apabila mendapat panggilan dari tetangganya. Ia berkata, mengelas ia lakukan demi menambah penghasilannya dan sebagai bentuk membantu sesama tetangga.
Usaha yang telah dibangunnya selama sebelas tahun ini pun harus mengalami pasang surut. Mesin kompresor yang ia gunakan untuk mencari nafkah sering kali terkena derasnya hujan. Bahkan, pernah suatu kali mesinnya menjadi korban banjir. Daerah tempat Wak Umbing bekerja memang rawan banjir. Dampaknya, mesin tersebut harus diperbaikinya sendiri.
“Kemarin, mesinnya kena banjir karena di daerah sini ‘kan sering banjir kalau hujan deras. Jadi, Wak perbaiki sendiri sambil minta bantuan sama yang pandai. Hampir tiga hari Wak enggak kerja karena itu,” ucapnya.
Dari kejadian tersebut, ia lantas belajar. Jika hujan, Wak Umbing terpaksa memindahkan becak dan mesinnya, bahkan menutup usahanya untuk sementara waktu sampai hujan reda dan banjir surut.
Meski harus menutup usahanya, ia percaya bahwa dirinya dan keluarganya akan selalu berkecukupan melalui usaha tambal ban. Prinsip hidupnya ialah tak perlu menjadi orang kaya, jadilah orang yang cukup.
Hanya satu alasan yang membuat dirinya gigih mencari nafkah hingga saat ini, yaitu demi keluarga.
Berapa banyak hati yang kamu mau berikan untuk tulisan ini?
Rating rata-rata: 0 / 5. Jumlah rating: 0
Jadilah yang pertama untuk memberi rating pada tulisan ini.