Buron
Masa karantina wilayah di sejumlah negara membawa berkah bagi penegak hukum. Pencarian sejumlah buron yang sudah menjalani pelarian selama berbulan-bulan, bahkan berpuluh-puluh tahun akhirnya berakhir manis.
Para buron yang kehabisan cara untuk melarikan diri karena pemberlakuan karantina wilayah harus rela menunggu nasib mereka dijemput penegak hukum. Usai ditangkap, salah satu buron bahkan harus menjalani hukuman mati atas perbuatannya di masa lalu.
Ia yang harus menghadapi hukuman gantung adalah Abdul Majed. Abdul Majed menjadi buron kepolisian Bangladesh setelah Mahkamah Agung setempat menyatakannya bersalah karena terlibat pembunuhan Perdana Menteri Mujibur Rahman pada 1975.
Selama 25 tahun, ia disebut bersembunyi di India. Namun, pelariannya itu harus terhenti setelah Pemerintah India memberlakukan kebijakan karantina wilayah di negaranya. Abdul Majed yang mengalami kesulitan hidup memutuskan untuk kembali ke Bangladesh untuk kemudian ditangkap dan dijatuhi hukuman mati.
Masa pelarian yang relatif panjang juga dijalani Felicien Kabuga yang disebut menjadi dalang atas pembantaian ratusan ribu orang Suku Tutsi di Rwanda pada 1994. Ia adalah buron internasional paling dicari yang mampu berpindah dari satu negara ke negara lain. Kelihaiannya mengecoh penegak hukum tidak bisa dilepaskan dari statusnya sebagai pebisnis yang memiliki koneksi yang luas sehingga memungkinkannya menggunakan 28 nama samaran.
Penegak hukum untuk kejahatan perang Perserikatan Bangsa-Bangsa akhirnya berhasil meringkus lelaki berusia 84 tahun itu di sebuah apartemen di pinggiran kota Paris, Perancis. Pelariannya yang legendaris selama 26 tahun harus terhenti di tengah masa karantina wilayah akibat pandemi COVID-19.
Buron kenamaan lain yang ditangkap pada masa karantina wilayah adalah Michael Taylor. Ia adalah aktor utama di balik “penyelundupan” Carlos Ghosn dari Jepang ke Lebanon pada akhir 2019.
Pelaku aksi pelarian yang mirip adegan film Hollywood itu akhirnya tertangkap di Massachusetts, Amerika Serikat setelah menetap selama empat bulan di Beirut, Lebanon. Ia kembali ke negara asalnya karena pemberlakuan karantina wilayah di Lebanon.
Mantan tentara pasukan khusus itu ditangkap bersama dengan anaknya Peter Taylor yang sebetulnya berniat untuk kembali ke Beirut. Keduanya ditetapkan menjadi buron kepolisian atas keterlibatannya menyusupkan Carlos Ghosn, tersangka kejahatan finansial di Jepang, ke dalam kotak musik.
Buron lain yang terjebak karantina wilayah adalah Cesare Cordi. Ia merupakan orang yang paling diburu polisi Italia sejak Agustus 2019. Ia adalah pemimpin sindikat Klan Locri yang tergabung dalam organisasi mafia terbesar di Italia, Klan Ndrangheta. Keterlibatannya dalam serangkaian aksi kejahatan, seperti penggelapan uang dan kepemilikan ilegal senjata api, membuatnya harus berurusan dengan penegak hukum.
Cesare Cordi ditangkap di sebuah hunian mirip rumah aman yang sunyi setelah tujuh bulan dalam pelarian. Polisi Italia menyebut keberhasilan mereka meringkus lelaki berusia 42 tahun itu tidak lepas dari aktivitas kota yang terhenti akibat kebijakan karantina wilayah karena COVID-19.
Di Indonesia, sebetulnya ada buron terkenal yang juga dicari penegak hukum setempat. Namun sayang, hingga saat ini, sosok itu belum kunjung dibekuk.
Jangan-jangan, pemerintah setempat perlu memberlakukan karantina wilayah agar buron itu ditangkap. Namun rasanya tidak perlu begitu untuk meringkus buron yang terafiliasi dengan partai politik tertentu itu.
Berapa banyak hati yang kamu mau berikan untuk tulisan ini?
Rating rata-rata: 0 / 5. Jumlah rating: 0
Jadilah yang pertama untuk memberi rating pada tulisan ini.