“Bagai mentimun bungkuk, keluar tak ganjil, masuk tak genap”.

Siapa orang Indonesia yang tidak tahu dengan buah yang satu ini? Buah ini sangat segar dikonsumsi sebagai lalapan atau sebagai es buah. Namun, apakah teman-teman tahu bahwa di pasar tidak semua jenis mentimun akan dijual oleh penjual? Mentimun yang bentuknya lurus akan dipilih untuk dijual, sedangkan mentimun bungkuk akan dibuang atau biasanya akan diberikan secara cuma-cuma oleh penjual sebagai pelengkap di dalam timbangan.

Kiranya, nasib mentimun bungkuk tersebut dijadikan peribahasa oleh orang-orang terdahulu. Ada orang yang keberadaannya tidak dianggap. Dia ada tidak membuat genap. Dia tidak ada pun tidak akan menjadi ganjil. Ini sungguh sangat miris karena keberadaan setiap orang di muka bumi ini seharusnya penuh dengan manfaat.

Dalam kehidupan sehari-hari mungkin kita sering bertemu dengan orang tipe seperti ini. Hidup mereka bagikan penumpang gelap: ingin diberi lebih tetapi dengan upaya yang sangat minim. Isi kehidupannya adalah keluhan dan hasutan, semua serba kurang dan akhirnya selalu menyalahkan keadaan sekitar. Kebaikan dari lingkungannya mungkin akan dirasakan sebagai manfaat oleh dirinya. Namun, itu hanya sebentar. Setelah beberapa waktu berlalu, pasti yang akan terlihat hal yang negatif lagi. Akhirnya mereka benar-benar menjadi mentimun bungkuk di mata lingkungannya karena lingkungan pun malas untuk menanggapinya.

Menjadi pribadi yang bermanfaat adalah pilihan. Hal tersebut tidak sulit dilakukan. Apa yang dilakukan tidak harus besar, kecil pun tidak apa. Kecil yang konsisten, lama kelamaan pasti menjadi bukit. Semuanya tinggal kita yang memutuskan. Apabila teman-teman bingung mencari momentum untuk melakukan perubahan, saya rasa Ramadan yang akan datang dalam beberapa hari ini bisa menjadi momentum awal.

Kita tahu, pada bulan Ramadan biasanya amal ibadah setiap orang pasti meningkat. Ibadah lebih sering, sedekah dilakukan setiap hari, berusaha menginjakkan kaki ke majelis taklim, dan banyak hal-hal yang tidak biasa dilakukan, akan kita lakukan tanpa sadar. Momen Ramadan harus kita pergunakan seoptimal mungkin, lebih sering berdialog dengan Tuhan dan diri sendiri. Apa saja yang sudah kita lakukan, evaluasi diri, serta lakukan perubahan berarti.

Berapa lama, sih, waktu yang diperlukan untuk berubah? Beberapa hasil penelitian ada yang menyatakan 21, 30, atau 40 hari. Kenapa saya bilang Ramadan bisa menjadi momentum? Karena Ramadan itu satu bulan penuh (29 atau 30 hari) dan pada masa ini semua orang pasti ingin hidup lebih baik dan berubah.

Sebelum Ramadan ini teman-teman bisa menuliskan perubahan apa saja yang ingin dilakukan, ingin menjadi manusia yang baik dalam versi apa, bagaimana cara kita melakukan kebaikannya, apa saja tahapannya. Jadikan satu Ramadan sebagai langkah awal kita melakukan perubahan itu. Konsisten satu bulan penuh, insyaallah teman-teman akan terbiasa. Namun, setelah Ramadan berakhir, jangan pula kita berhenti. Teruskan menjadi 40 hari, 80 hari, 100 hari, 365 hari dan seterusnya. Lama-lama perubahan akan mengakar di dalam diri kita.

Yuk, kita berhenti menjadi mentimun bungkuk. Setiap orang adalah pribadi istimewa yang paling hakiki dalam penciptaan-Nya. Banyak hal-hal positif yang bermanfaat yang bisa kita lakukan. Jadikan Ramadan sebagai momentum dan teruskan walaupun Ramadan telah berakhir. Percayalah, setiap hal positif yang kita lakukan pasti akan berbalik ke diri kita dan membuat senyuman kita menjadi lebih indah.

Jadi, versi seperti apa dirimu setelah Ramadan ini? Selamat menjalankan ibadah puasa, ya, Teman. Mohon maaf apabila ada kata dan perbuatan yang tidak berkenan di hati kalian semua.

 

Mels 😉

Tangerang Selatan, 10 April 2021

Berapa banyak hati yang kamu mau berikan untuk tulisan ini?

Rating rata-rata: 0 / 5. Jumlah rating: 0

Jadilah yang pertama untuk memberi rating pada tulisan ini.