“Pengetahuan adalah kekuatan,” kata Francis Bacon. Namun, apakah mengetahui segalanya dapat membawa kita kepada kehidupan yang lebih baik?

Saya sangat sering berkhayal. Kadang saya berandai-andai mempunyai kekuatan super, seperti berlari sangat cepat atau berubah menjadi tidak terlihat. Saya juga tertarik untuk bisa mengendalikan pikiran orang lain. Tampaknya cukup menyenangkan apabila orang lain tidak pernah menolak apa yang saya minta. Akan tetapi, dari semua khayalan, yang paling saya inginkan adalah memiliki pengetahuan tentang apa pun, termasuk jodoh, pekerjaan, dan bahkan kematian.

Dengan pengetahuan tanpa batas, mungkin saya dapat menghindari kesialan-kesialan yang akan terjadi. Barangkali juga saya bisa lebih bijak untuk mengatur keuangan karena sudah tahu bahwa ada kebutuhan mendadak pada waktu tertentu. Persiapan untuk hal-hal buruk atau ketidakberuntungan menjadi lebih matang. Yang paling gila, saya dapat menjauh dari jemputan Izrail.

Lalu, bagaimana jika kemampuan tersebut dimiliki orang lain, misalnya oleh Julius Robert Oppenheimer, ahli fisika yang dijuluki sebagai Bapak Bom Atom? Ia boleh jadi tidak akan merasakan penyesalan akibat ciptaannya yang ternyata menjadi senjata pemusnah massal. Ia bisa saja tidak meneruskan kariernya pada bidang sains dan lebih memilih menjadi sastrawan karena ia menyukai puisi. Oppenheimer akan menghasilkan kata-kata yang mampu menyatukan dunia.

Meskipun begitu, hal-hal membahagiakan seperti di atas hanya terjadi jika pengetahuan nirbatas itu dipunyai oleh orang yang berkehendak baik. Pertanyaannya, bagaimana jika pengetahuan demikian disalahgunakan? Pemimpin terbaik mungkin tidak pernah ada karena ia telah dibunuh ketika masih bayi. Pelakunya, sang calon lawan politik pada masa depan, sudah tahu bahwa ia akan selalu kalah dan hanya menjadi orang nomor dua. Untuk menjadi yang pertama, jalan satu-satunya yang harus ia tempuh adalah membunuh si calon pemimpin terbaik.

Lagi pula, ketika menggunakan pengetahuan tersebut untuk kebaikan, kita belum tentu bisa menyelamatkan orang lain. Katakanlah ada seorang nabi di Pompeii yang sudah memberi wara-wara bahwa Gunung Vesuvius akan meletus dan daerah di sekitarnya berpotensi luluh lantak. Jika orang lain di sana tidak menghiraukan, kehancuran akan tetap terjadi. Mungkin itu pula yang menyebabkan kaum dan anak Nabi Nuh tidak terselamatkan dari banjir besar. Sebabnya, tidak ada yang dapat mengatur kehendak orang lain.

Namun, bagaimana jika pengetahuan nirbatas dimiliki oleh semua orang? Apakah orang-orang akan memilih menjadi baik karena takut aibnya terlihat? Apakah istilah menjaga jodoh orang lain tetap ada? Dan, satu lagi, apakah fase hidup dan peradaban akan berjalan jauh lebih cepat sehingga ada suatu masa ketika orang-orang tidak punya lagi sesuatu untuk dikerjakan? Duduk dan hanya menunggu kematian seperti Vladimir dan Estragon menunggu Godot? Saya belum tahu.

Mungkin tidak semua pengetahuan adalah kekuatan. Mungkin juga tidak semua kekuatan adalah kebaikan. Namun, kita boleh berharap bahwa pengetahuan akan selalu melahirkan kebaikan.

 

Berapa banyak hati yang kamu mau berikan untuk tulisan ini?

Rating rata-rata: 0 / 5. Jumlah rating: 0

Jadilah yang pertama untuk memberi rating pada tulisan ini.