“Rencana Tuhan adalah yang terbaik.”

Dahulu, aku sempat tak sepenuhnya yakin dengan kalimat itu. Bagaimana tidak? Masa mudaku telah direnggut oleh peristiwa yang pikirku tak semestinya terjadi. Peristiwa yang tak perlu kusebutkan namanya ini mengubah dengan lancang cara dunia bekerja. Tanpa sempat pamit kepada perantauan, aku dipisahkan dengannya. Rencana yang saat itu baru saja kususun pun digelitik oleh realitas. Ia seakan tak suka aku tumbuh. Tunasku menguncup, jiwaku melayu. Matahari masih menyinariku, tetapi aku seperti enggan menghadap ke arahnya. Kelabu yang kuciptakan sendiri kian meluas meski aku tak bermaksud demikian.

Aku rindu dengan rutinitasku yang terhenti dengan kasar. Ya. Aku belum dapat menerima takdirku. Meski aku mengharap dengan sabar, hari yang kutunggu tetap malu untuk menemuiku. Aku telat menyadari bahwa petak yang berukuran sedang di tempatku berasal ternyata telah menjadi saksi bisu tubuh ini melewati ratusan hari yang terasa panjang. Sampai kapan aku harus menjalani hari-hari yang tak semestinya ini?

Akhirnya, aku muak juga menguras hati tak henti-henti. Kuputuskan kini saatnya aku rakit masa depanku. Saat kucoba melangkah keluar dari zona yang kubuat familier, barulah terlihat olehku bahwa lukisan Tuhan ternyata sedang cantik-cantiknya. Kelabuku perlahan hilang dengan sendirinya. Senyumku terasa jujur. Meski kesiangan, aku mensyukuri keberhasilan diriku yang bangun dengan gelora baru. Potret hitam putih waktuku kemarin beranjak pudar. Dahulu, hari demi hari hanya ingin kulewati. Kini, aku ingin menjalaninya dengan penuh kuriositas akan makna hidup yang sesungguhnya.

Mungkin memang semestinya begini. Mulai dapat kuterima pahitnya lembaran hidupku kemarin setelah kini aku berada di atas awan yang dulu kudambakan. Ternyata, Tuhan masih baik kepadaku. Permintaanku satu demi satu dikabulkan. Bahkan, aku mendapat hal yang lebih elok dari yang kuharapkan. Kurasakan mentari menyinariku dipenuhi rasa bangga. Apresiasi tinggi pada diri ini tentunya tak luput dari kebaikan serta dukungan orang-orang di sekitarku. Terutama, dia yang selalu yakin bahwa tunasku akan mekar dengan indah meski aku tidak menyadarinya.

Jika semestinya memang begini, aku bersyukur telah kuat selama ini. Terima kasih kepada aku yang tetap menggenggam harap meski sering dipenuhi ragu. Memang, rencana Tuhan adalah yang terbaik.

Berapa banyak hati yang kamu mau berikan untuk tulisan ini?

Rating rata-rata: 0 / 5. Jumlah rating: 0

Jadilah yang pertama untuk memberi rating pada tulisan ini.