Dari Sastra sampai Hukum
Lanang memilih masuk jurusan sastra karena sejak SMA dia suka menulis cerita pendek. Dia merasa masuk surga ketika diterima di jurusan idamannya itu. Setiap hari dia mempelajari dan menulis berbagai jenis karya sastra dengan tekun. Surganya berubah menjadi neraka ketika dia memasuki tahap penulisan skripsi. Dengan upaya keras, akhirnya dia berhasil merampungkan skripsinya. Betapa berbedanya cara penulisan karya ilmiah dengan penulisan karya sastra yang selama ini ditekuninya.
Tidak lama setelah lulus, Lanang diterima bekerja di suatu lembaga penelitian. Karena lulusan sastra, dia dianggap piawai menulis dan diberi tugas untuk membuat surat resmi lembaga itu. Belum lagi lancar menulis surat, dia ditugasi untuk menggantikan admin media sosial lembaga itu yang berhenti kerja dengan mendadak. Dia pun belajar secara autodidaktis untuk menulis takarir di media sosial, serta berita dan artikel di situs web. Penulisan artikel di situs web lembaga itu menjadi tantangan tersendiri baginya karena dia harus bisa menerjemahkan makalah ilmiah yang dihasilkan oleh para peneliti di lembaga itu menjadi tulisan ilmiah populer.
Dalam tempo setahun, Lanang sudah lancar menjalankan tugas barunya sebagai admin media sosial. Takarir, berita, dan artikel yang dibuatnya menarik perhatian publik. Pengikut dan pelibatan media sosial yang dikelolanya meningkat dengan pesat. Pembaca tulisan situs web lembaganya semakin banyak. Beberapa rekan kerjanya sering meminta tolong untuk menyunting tulisan mereka, baik surat resmi maupun karya ilmiah.
Kinerja Lanang tidak luput dari perhatian para petinggi lembaga penelitian itu. Dia dipromosikan menjadi asisten manajer di divisi personalia lembaga itu. Salah satu tugas barunya ialah menyusun peraturan dan kontrak kepegawaian. Dia kembali harus mempelajari jenis-jenis tulisan baru yang berbeda dengan apa yang pernah dibuatnya selama ini. Namun, ternyata dia dapat melaksanakan tugas barunya itu dengan apik.
Semua jenis tulisan yang pernah dibuat Lanang menggambarkan enam laras bahasa yang lazim kita temukan sehari-hari. Secara berurutan dari yang paling lentur hingga yang paling kaku, laras bahasa dapat dibagi menjadi laras bahasa sastra, kreatif, jurnalistik, bisnis, ilmiah, dan hukum. Keenam laras bahasa tersebut memiliki perbedaan dalam berbagai aspek: paragraf, kalimat, kata, dan, bahkan, ejaan. Meski begitu, semua jenis tulisan itu memiliki kesamaan sebagai sebuah wacana. Pembuatan semua jenis tulisan itu memerlukan lima aspek yang sama, yaitu tujuan, bahan, struktur, media, dan format.
Laras bahasa sastra yang dipakai pada cerita pendek memiliki panjang paragraf dan kalimat yang fleksibel: dari pendek sekali hingga panjang sekali. Pilihan katanya fleksibel dan ejaannya dapat dilenturkan apabila diperlukan. Laras bahasa kreatif yang dipakai pada takarir media sosial mengandung paragraf dan kalimat yang rata-rata pendek, pilihan kata yang lebih santai, serta ejaan yang lebih tertib meski masih bisa dilenturkan.
Setelah laras bahasa kreatif, ada laras bahasa jurnalistik yang paragraf dan kalimatnya masih pendek, pilihan katanya populer, tetapi ejaannya lebih tertib. Laras bahasa yang dipakai pada berita situs web itu berbeda dengan laras bahasa bisnis atau dinas. Laras bahasa bisnis seperti yang digunakan pada surat resmi mengandung paragraf dan kalimat yang panjangnya sedang. Pilihan kata pada laras bahasa itu pun baku dan teknis serta ejaannya tertib.
Laras bahasa ilmiah seperti yang dipakai pada skripsi dapat dianggap sebagai laras bahasa yang paling sesuai dengan kaidah bahasa Indonesia. Paragraf dan kalimatnya panjang, pilihan katanya baku dan ilmiah, serta ejaannya tertib. Sebaliknya, laras bahasa hukum pada umumnya memiliki paragraf dan kalimat yang sangat panjang serta pilihan kata yang beku dan sulit untuk diubah.
Tiada pernah terbayangkan oleh Lanang, seorang lulusan sastra harus menulis dokumen hukum. Akan tetapi, ternyata dia dapat menulis keenam laras bahasa—dari sastra sampai hukum—dengan memahami lima aspek dasar tulisan: tujuan, bahan, struktur, media, dan format tulisan.
Berapa banyak hati yang kamu mau berikan untuk tulisan ini?
Rating rata-rata: 0 / 5. Jumlah rating: 0
Jadilah yang pertama untuk memberi rating pada tulisan ini.