Narabahasa
Narabahasa memang belum genap berusia satu tahun. Lebih tepatnya, ia baru menginjak bulan kesepuluh. Jika dianalogikan seperti bayi, Narabahasa kini berada pada tahap berdiri atau berjalan tanpa bantuan orang lain; menunjuk benda yang diinginkan untuk mendapat perhatian; dan memberikan respons terhadap pertanyaan, seperti menolak atau menerima. Dengan kata lain, ia lebih mandiri dan caper. Tentu saja, ia juga sedang pada tahap menggemaskan. Meskipun masih balita, bolehlah kita berkhayal tentang Narabahasa pada masa nanti, misalnya sepuluh tahun lagi.
Sebagai orang-orang yang menyaksikan tumbuh kembangnya—walaupun sebagian besar bukan dari awal, kita mungkin pernah membayangkan hari depan Narabahasa. Ia mungkin akan punya banyak kawan. Ia juga mungkin akan punya banyak pesaing—sebuah eufemisme dari musuh. Ia pun mungkin akan berimprovisasi di bidang lain, seperti sastra atau linguistik teoretis, selayaknya seorang anak yang ingin mengembangkan bakatnya. Apakah Narabahasa akan lebih berfokus pada bidang jasa pembuatan kata-kata, akademi kebahasaan, atau bahkan biro jodoh? Semua kemungkinan itu tidak ada yang mustahil. Nasib orang siapa tahu; begitu pula Narabahasa.
Melihat fakta-fakta terkini, saya coba sekali ini menjadi cenayang kecil yang “meramal” Narabahasa sepuluh tahun lagi. Pertama, Narabahasa akan punya lebih banyak pegawai. Saya rasa itu sebuah kepastian, bahkan kewajiban. Jumlah anggota tiap divisi saat ini masih belum ideal. Buktinya, beberapa orang memiliki lebih dari satu jabatan atau mengurus pekerjaan di divisi berlainan. Bukti tambahan, beberapa orang berkelebihan kerja (overwork). Oleh karena itu, tiap divisi memerlukan lebih banyak pegawai sehingga, selain beban kerja tiap orang berkurang, ide-ide yang tercetus akan makin banyak dan Narabahasa—semoga—makin produktif.
Kedua, beberapa orang akan naik jabatan. Untuk sementara ini, ada dua orang yang saya lihat sedang memanjat tangganya, yaitu MA dan QS. MA menjadi penyelia Divisi Operasi, sedangkan QS menjadi penyelia Divisi Pemasaran. Tak ada yang dapat membantah bahwa mereka bekerja sangat baik. Sementara itu, DI dapat menjadi direktur utama suatu hari nanti, tetapi bukan sepuluh tahun lagi. Untuk masa tersebut, direktur utama masih tetap IL. Saya tak dapat membayangkan Narabahasa tanpa IL, sama seperti Queen tanpa Freddie Mercury, atau hati ini tanpa kamu—entah kamu siapa.
Ketiga, jika tak ada kendala besar, Narabahasa dapat mempunyai kantor cabang di beberapa kota, setidaknya yang terletak di Pulau Jawa. Alasannya, jasa konsultasi kebahasaindonesiaan semacam Narabahasa belum ada. Balai Bahasa tiap daerah pun belum terlihat tajinya. Sementara itu, berdasarkan pengamatan mata saya—yang alhamdulillah sehat ini, minat orang dalam mempelajari bahasa Indonesia cenderung naik, termasuk di daerah selain Jakarta Raya. Ketika ada permintaan dan ada penawaran, di situlah ekuilibrium muncul.
Itulah tiga dari ribuan kemungkinan Narabahasa pada sepuluh tahun lagi. Akan tetapi, jika boleh, saya akan menyebutkan satu lagi kemungkinan atau justru keniscayaan. Seperti kata Banda Neira, yang patah akan bertumbuh dan yang hilang akan berganti, beberapa orang mungkin akan meninggalkan Narabahasa. Alasannya dapat bermacam-macam, seperti menemukan pekerjaan yang lebih sesuai, memiliki kegiatan lain sehingga tidak dapat membagi kepala, atau merasa bahwa ilmu yang ditimba dari Narabahasa sudah cukup kemudian membuat jasa serupa dengan jenama sendiri.
Apakah perpisahan itu nanti menyedihkan? Mungkin saja, tetapi tidak akan bertahan lama. Saya kira begitu. Sebabnya, betapa pun menyenangkan internalnya, Narabahasa tetaplah perusahaan yang berorientasi pada bisnis atau profit. Coba tanyakan dalam hati, pernahkah selama ini Anda mengirim pesan ke kolega di Narabahasa dengan topik utama selain pekerjaan? Dus, saya rasa, kehilangan satu atau beberapa orang bagi Narabahasa bukanlah masalah besar. Ia dapat merekrut karyawan baru dengan sangat mudah. Dan, itu adalah suatu hal yang amat wajar. Seperti kata Samuel Beckett, ada orang datang dan ada orang pergi. Dunia akan selalu begitu.
Yang pasti, pada usia kesepuluh, Narabahasa niscaya sudah dapat memilih dan mengenakan bajunya sendiri. Ia dapat memanjat pohon yang jauh lebih tinggi dari kepalanya. Ia akan mengalami masa pubertas dan mengenal lawan jenis. Dengan kata lain, Narabahasa mulai terjun ke dalam dunia percintaan. Ia akan belajar mencintai dari huruf a sampai z, dari satu sampai bilangan tak hingga, dan dari sini sampai ke keabadian. Namun, bilakah ia belajar mencintai dirinya sendiri? Saya tak yakin, tapi itu pasti membutuhkan momentum dan waktu. Kuncinya: sabar.
Berapa banyak hati yang kamu mau berikan untuk tulisan ini?
Rating rata-rata: 0 / 5. Jumlah rating: 0
Jadilah yang pertama untuk memberi rating pada tulisan ini.