Pergi untuk Kembali
Beberapa tahun yang lalu, aku pernah mendengar pepatah yang mengatakan, “Perjumpaan adalah perpisahan yang tertunda.” Awalnya, aku menyangsikan pepatah ini dengan sebuah pemikiran mengapa sebuah perjumpaan yang begitu indah harus dibenturkan dengan perpisahan yang menyedihkan. Mengapa sebuah perjumpaan tak bisa melekat abadi? Bila demikian, mengapa kita harus mengalami perjumpaan meski tahu akhirnya kita akan berpisah? Perjumpaan dan perpisahan menjadi suatu kesatuan yang tak terlepaskan.
Pepatah itu sepertinya menjadi benar adanya. Dunia tak mengizinkan aku, kamu, dan kita untuk melekat secara abadi di dalam perjumpaan kita. Satu insan datang ke dunia, disusul dengan satu insan yang pergi meninggalkan dunia. Satu insan bertatap muka dengan kita, setelah itu pergi meninggalkan kita. Silih berganti berlabuh di hati yang ruai, meninggalkan bekas yang tinggal.
Kenyataan itu sakit adanya dan mau tak mau harus kuhadapi. Terima kasih kepada Tuhan yang mengizinkan aku berlabuh sejenak di Narabahasa. Tak terasa tiga bulan berlalu begitu saja dan merekam setiap memori yang hadir dalam benak dan hati. Berjumpa dengan insan-insan yang menyerahkan segenap raga untuk meningkatkan muruah bahasa Indonesia di kancah dunia. Belum pernah aku merasakan semangat yang begitu berapi-api dan seakan-akan mimpiku yang selama ini hanya sebatas angan, menjadi nyata. Ya, aku menjadi bagian dari Narabahasa dan mimpiku sejalan dengan visi misi Narabahasa.
Terima kasih kepada kawan pramubahasa magang yang bersamamu berlabuh di sini. Kemuning, Abi, Bimo, Cenna, Talitha, Ichad, dan Bela; tujuh rekan yang serangkai padu menjalankan setiap tugas yang diemban dan tak lupa memberi segores senyuman dengan segala tingkah laku dan kekonyolannya ketika hidup terasa berat. Mereka memberi semangat dan perkenalan baru bagi setiap insan yang diciptakan berbeda oleh Sang Pencipta.
Terima kasih kepada sang direktur yang kukagumi sejak SMA, Pak Ivan Lanin. Sosok pegiat bahasa Indonesia yang menjadi inspirasiku untuk terus melestarikan bahasa Indonesia dan mengusahakan penggunaan bahasa Indonesia yang baik dan benar. Tak luput juga, untuk setiap pramubahasa yang bukan menjadi senior saja, melainkan menjadi sahabat yang bersama-sama menemani kami, pramubahasa magang, untuk menjelajahi dunia Narabahasa yang baru dan mengejutkan. Iya, mengejutkan karena kusadari bahasa Indonesia begitu kaya dan sangat disayangkan bila harus dikubur begitu saja bersama dengan sejarah yang terus berjalan tanpa ampun.
Terima kasih kepada Mbak Dessy yang menjadi penyeliaku. Dengan penuh kasih sayang dan pengertian, dirinya menjadi sosok kakak yang terus membimbingku dan juga Kemuning dalam menjelajahi dunia digital Narabahasa. Dengan segala rintangan dan halangan yang menyandung langkah kaki kami, Mbak Dessy tak pernah letih memberi senyum dan semangat bagi kami. Terima kasih juga untuk setiap tim Digital yang sudah membagikan pengalaman dan kesan yang tak akan terlupa dalam memoriku.
Akhir kata, mungkin ini adalah tulisanku yang terakhir di tempat ini. Dengan berat hati, tubuh yang sudah berlabuh ini harus segera berlayar kembali. Kaki yang sudah berdiri ini harus segera melangkah kembali. Mencari tempat berlabuh yang baru di luar sana nanti, mencari dunia baru yang mengizinkanku untuk menjelajah lagi. Bertemu dengan insan baru yang kembali memberi memori.
Air mata pasti akan mengalir membasahi pipi. Perpisahan tak ada yang menyukakan hati. Dengan segala kerendahan hati, aku meminta maaf bila selama diriku berlabuh di Narabahasa, ada tingkah laku dan perkataan yang melukai hati. Aku berjanji apabila semesta menghendaki, aku pasti akan kembali, mungkin, dengan tulisan, raga, atau semangat. Satu hal yang pasti, aku akan pergi untuk kembali. Semoga perpisahan ini tak lagi menjadi akhir bagi kita yang ada di sini. Sekali lagi, terima kasih.
Berapa banyak hati yang kamu mau berikan untuk tulisan ini?
Rating rata-rata: 5 / 5. Jumlah rating: 1
Jadilah yang pertama untuk memberi rating pada tulisan ini.