Berkutat dengan si Konflik
Sudah tiga kuartal saya menjabat sebagai spesialis SDMA di Narabahasa. Dunia SDMA yang benar-benar baru bagi saya. Selama tiga kuartal di sini, saya menemukan beragam cerita yang menarik, salah satunya tentang manajemen konflik.
Konflik merupakan topik menarik untuk menjadi bahan pembahasan. Saya merasakan dampak baik saat menghadapi situasi konflik, yaitu pengenalan karakter seseorang. Uraian kerja yang mencakup tanggapan terhadap keluh kesah pramubahasa membuat saya perlu bersiap menjadi pendengar. Wujud keluh kesah ini, umumnya, ya, seputar permasalahan atau konflik yang sedang dialami oleh pramubahasa.
Beberapa bulan lalu, saya hampir tidak bisa menikmati pekerjaan karena adanya konflik. Singkat cerita, itu disebabkan karena saya masih terjebak dalam pandangan tradisional. Pandangan tradisional yang dimaksud ialah memosisikan konflik sebagai hal yang merusak sehingga harus dihindari.
Alhamdulillah, saya segera insaf. Hal tersebut nyatanya salah. Konflik wajar terjadi dalam sebuah hubungan sosial. Saat dua orang atau lebih bertemu untuk mendiskusikan atau membicarakan sebuah hal atau tujuan, masing-masing dari kita memiliki latar belakang dan sudut pandang yang berbeda. Maka, tidak heran dalam prosesnya ada pertentangan, perdebatan, permasalahan, bahkan permusuhan jika kita tidak mampu mengendalikan konflik yang dihadapi. Saya beruntung segera insaf. Saya tidak dapat membayangkan jika terus terjebak dalam pandangan tradisional yang menjadikan saya sosok people pleaser demi terhindar dari masalah.
Konflik ternyata dapat dianalisis melalui teori milik Kenneth W. Thomas dan Ralp H. Killmann. Teori ini mengajarkan cara menyusun strategi konflik dan menerapkannya agar menghasilkan penyelesaian yang diinginkan. Dengan itu, orang tidak perlu berdebat sampai bermusuhan. Perlu diketahui bahwa tidak ada satu strategi yang cocok untuk semua konflik yang terjadi. Strategi yang digunakan perlu disesuaikan dengan situasi serta bergantung pada berbagai faktor dan tingkat keseriusan konflik yang terjadi.
Ada lima strategi yang dijelaskan oleh Thomas dan Killmann. Pertama, strategi akomodasi. Keefektifan strategi ini diperoleh saat pihak yang sedang berkonflik lebih profesional atau memiliki solusi yang lebih baik dalam mengatasi suatu masalah yang terjadi. Strategi ini juga dapat digunakan apabila sesuatu yang terjadi tidak begitu penting bagi kita sendiri.
Selanjutnya, strategi penolakan. Strategi ini digunakan saat menghadapi konflik yang kurang penting. Biasanya, orang yang menggunakan strategi ini akan berharap masalah akan terselesaikan dengan sendirinya. Pada strategi ini, tidak ada pihak yang jadi pemenang dan juga tidak ada pihak yang kalah.
Ketiga, strategi kolaborasi. Strategi ini paling ampuh di antara strategi yang lain karena berusaha mencari solusi-solusi terbaik, tetapi memerlukan kejujuran dan komitmen dari semua pihak. Strategi kolaborasi efektif karena menggabungkan wawasan atau pandangan sehingga hasilnya sama-sama memperoleh solusi dari tiap-tiap pihak.
Berikutnya, strategi bersaing. Strategi ini dilakukan jika kita membutuhkan tindakan yang cepat dan tegas.
Terakhir, strategi kompromi. Strategi ini dilakukan saat kedua belah pihak bersedia untuk mengalah atau tidak mendapatkan apa yang sebenarnya mereka inginkan demi menjaga hubungan dan kepentingan bersama. Dengan begitu, keduanya memiliki solusi atau hasil akhir yang setara.
Nah, strategi konflik yang dijelaskan di atas dapat menjadi acuan untuk menghasilkan jalan keluar yang sesuai dengan keinginan pribadi ataupun orang lain. Tumbuhkan semangat untuk mencari jalan keluar terbaik dari setiap konflik yang sedang dihadapi, ya. Jangan sampai bermusuhan. Itu tidak baik.
Berapa banyak hati yang kamu mau berikan untuk tulisan ini?
Rating rata-rata: 0 / 5. Jumlah rating: 0
Jadilah yang pertama untuk memberi rating pada tulisan ini.