Harga sewa hunian di Jepang tergolong mahal. Untuk biaya awalnya saja, agen properti mematok harga hingga empat kali lipat dari harga sewa bulanan. Pada galibnya, biaya awal itu mencapai 300 ribu yen atau sekitar 39 juta rupiah.

Di luar harga normal yang terbilang tinggi tersebut, ada juga puluhan ribu hunian yang harga sewanya begitu murah. Salah satunya adalah hunian yang berlabel jiko bukken.

Hunian ini pernah menjadi saksi atas peristiwa tak wajar, seperti pembunuhan dan penemuan mayat. Karena pernah terjadi peristiwa ganjil, hunian berlabel jiko bukken dipercaya berhantu.

Salah satu kasus penemuan mayat yang pernah menyita perhatian masyarakat terjadi di Kota Matsudo pada 2001. Saat itu, seorang penghuni apartemen menemukan sesosok mayat yang sudah membusuk. Konon, sosok itu sudah meninggal tiga tahun sebelum ditemukan.

Atas peristiwa tersebut, agen properti pengelola kamar itu harus mencantumkan keterangan jiko bukken saat memasarkan kembali kamar bekas penemuan mayat itu. Sebabnya, menurut Undang-Undang tentang Transaksi Properti, calon penyewa kamar apartemen wajib memperoleh penjelasan ihwal ada tidaknya label jiko bukken pada hunian yang diminatinya.

Label itu harus terus melekat pada iklan properti, setidaknya, selama dua tahun sejak terjadinya insiden atau sesaat setelah ada penghuni baru yang menempati kamar bekas insiden itu. Label jiko bukken juga bisa dihilangkan jika properti dibangun ulang dan berpindah kepemilikan.

Salah satu situs web yang menyediakan informasi mengenai jiko bukken adalah Oshimaland. Situs web tersebut dapat menjadi rujukan bagi peminat hunian yang ingin memastikan status apartemen incarannya. Selain itu, Oshimaland dapat digunakan untuk mengonfirmasi penjelasan agen properti bahwa bangunan yang diiklankannya tidak termasuk yang berlabel jiko bukken. Agen properti yang berbohong dapat digugat dan penggugatnya kerap kali menang pada persidangan.

Meski memiliki stigma negatif, hunian berlabel jiko bukken tetap ada peminatnya.  Beberapa alasan yang disampaikan para peminat hunian ini adalah karena harga sewanya yang murah dan desain interior yang estetis.

Agen properti berlabel jiko bukken kerap menurunkan harga sewa dan mendekorasi ulang kamar sehingga tampak lebih menarik. Jika disewakan, harga sewa per bulannya dapat turun hingga empat kali lipat.

Meski menempati kamar yang tertata indah, sejumlah penghuni jiko bukken dilaporkan pernah mengalami kejadian aneh. Ada penghuni yang menyaksikan televisinya mati nyala secara otomatis dan kerap memimpikan seorang kakek yang menggantung dirinya. Belakangan diketahui bahwa hunian itu pernah menjadi tempat bunuh diri seorang lelaki tua.

Pengalaman mengerikan yang dirasakan penghuni jiko bukken rupanya menarik perhatian Tanishi Matsubara yang kemudian menulis buku berjudul Jiko Bukken Kaidan: Kowai Madori pada 2018. Buku itu menceritakan pengalaman penulis saat tinggal di beberapa kamar berlabel jiko bukken.

Karena laris di pasaran, buku tersebut kemudian dialihwahanakan menjadi film yang ditayangkan pada Agustus 2020 dengan judul Stigmatized Properties.

Salah satu ceritanya yang paling terkenal adalah saat Matsubara menyewa apartemen dua kamar di daerah Osaka. Saat itu, ia mendengar bunyi putaran kenop pintu serta suara orang tenggelam di kamar mandi. Belakangan ia mengetahui bahwa kamar itu pernah dihuni seorang ibu yang tewas karena ditenggelamkan di bak mandi oleh anaknya sendiri.

Bagaimana? Ada yang berani tinggal di hunian berlabel jiko bukken?

Berapa banyak hati yang kamu mau berikan untuk tulisan ini?

Rating rata-rata: 5 / 5. Jumlah rating: 1

Jadilah yang pertama untuk memberi rating pada tulisan ini.