Pride and Prejudice merupakan salah satu novel klasik kegemaran saya selain Little Women. Kedua novel tersebut sudah diadaptasi menjadi film dengan tampilan visual yang sangat memanjakan mata, tetapi bagi saya tetap tidak mampu mengalahkan keindahan novelnya. Dalam Pride and Prejudice, Jane Austen mampu menuangkan detail yang memikat mengenai kaum menengah ke atas pada abad ke-19. Karakter-karakternya yang memukau, juga narasinya yang cerdas, menjadikan novel ini sebagai salah satu novel klasik terpopuler sepanjang masa.

Konflik utama dalam novel ini berakar dari arogansi dan prasangka kedua tokoh utamanya. Darcy bersikap angkuh karena status sosial dan berbagai atribut kelebihan yang dimilikinya, sementara Elizabeth Bennet terlalu mudah menilai seseorang dari kesan sekilas. Anak kedua dari keluarga Bennet ini bisa dikatakan sebagai seorang wanita feminis yang sebenarnya dia juga angkuh karena menganggap dirinya cukup bijak dalam menilai karakter seseorang. Perbedaan antara Darcy dan Elizabeth adalah Darcy lebih cepat menyadari kekeliruannya, sementara Elizabeth yang akal sehatnya sudah telanjur dipenuhi prasangka terlambat menyadari kesalahannya dalam menilai Darcy.

Pride and Prejudice memiliki aliran humor halus yang terselip di setiap halamannya. Salah satu contohnya adalah ketika Lizzie (Elizabeth Bennet) menolak proposal pernikahan Tuan Collins. Nyonya Bennet memohon kepada suaminya untuk membuat putrinya mempertimbangkan kembali proposal dari Tuan Collins dan mengancam untuk tidak berhubungan lagi dengan putrinya jika ia tetap menolak. Alih-alih membantu sang istri, sang suami malah mengatakan bahwa dia tidak ingin bertemu lagi dengan Lizzie jika Lizzie menikah dengan Tuan Collins. Humor halus seperti ini yang saya rasa membuat Pride and Prejudice lebih hidup dan tidak membosankan.

Hal lain yang menarik dalam novel ini adalah perbedaan zaman yang jelas terlihat. Jika hari ini pembahasan mengenai kekayaan dan hierarki masyarakat dianggap sedikit tidak pantas, di Inggris pada zaman itu hal tersebut dianggap sebagai pembicaraan yang layak. Semua orang di sana menghitung kekayaan, mulai dari kereta, ukuran rumah, serta jumlah kepemilikan tanah banyak disebutkan di dalam buku. Jumlah kekayaan yang dimiliki terikat dengan harapan dan tugas dalam masyarakat.

Pride and Prejudice ditulis pada tahun 1813. Zamannya berbeda, tekanan sosial juga berbeda, tetapi yang diilustrasikan oleh Jane Austen adalah kebertahanan sistem sosial. Nasib wanita sering hanya beralih dari penguasaan seorang ayah ke penguasaan seorang suami. Wanita hanya dianggap sebagai objek dan pernikahan adalah kewajiban, bukan pilihan.

Sebuah kritik yang menohok jelas terlihat dari kalimat pembukanya: “Ini adalah kebenaran yang diakui secara universal, bahwa seorang pria lajang yang memiliki harta, pasti membutuhkan istri.” Kalimat tersebut menunjukkan seolah-olah istri hanya pelengkap dan menjadi sebuah objek tanpa harus ada ketertarikan atau nilai-nilai lain yang perlu dipertimbangkan.

Sebetulnya saya bukan penggemar novel klasik karena gaya penulisannya membosankan dan sulit dimengerti. Namun, setelah membaca karya Jane Austen, saya sangat menikmati setiap halaman dari novel yang luar biasa ini. Sebuah buku yang wajib dibaca jika Anda penasaran dengan novel klasik luar negeri.

Berapa banyak hati yang kamu mau berikan untuk tulisan ini?

Rating rata-rata: 0 / 5. Jumlah rating: 0

Jadilah yang pertama untuk memberi rating pada tulisan ini.