Judul               : Re: Perempuan

Penulis             : Maman Suherman

Tahun Terbit   : 2014

Genre              : Nonfiksi

Penilaian          : 4/5

 

Latar Belakang

Buku ini saya ketahui eksistensinya pada 5 Februari 2021. Saat itu, saya dan seorang teman sedang dalam perjalanan menuju rumah masing-masing. Entah membahas apa pada awal perbincangan, yang pasti kami berdua sampai pada topik mengenai buku. Singkat cerita, teman saya bercerita mengenai pengalamannya membaca buku yang berjudul Re: Perempuan ini. Akhirnya, tanpa pikir panjang, saya memutuskan untuk meminjam buku tersebut.

 

Buku dalam Tiga Kalimat

  1. Pelacuran tidak selamanya berakar dari kemiskinan.
  2. Tidak ada yang membahayakan dengan mereka. Masyarakat sungguh harus berhenti memberikan stigmatisasi kepada pelacur.
  3. There’s so much more than meets the eyes. Dig deeper.

 

Tentang

            Buku ini menceritakan perjalanan sang penulis, Maman Suherman, dalam mencari data untuk skripsinya yang bertopik perdagangan manusia dan pelacuran. Dalam misinya mencari data, Herman yang saat itu berstatus sebagai mahasiswa Kriminologi UI bertemu dengan Re—seorang pelacur lesbian yang kala itu berumur 19 tahun. Pada awalnya, Herman hanya menawarkan diri untuk menjadi sopir yang mengantarkan Re ke tempat pelanggannya. Namun, seiring berjalannya waktu, hubungan mereka menjadi akrab. Herman berhasil masuk ke lingkungan bisnis pelacuran tersebut dan berkenalan dengan germo pemilik Re, tukang pukul, hingga teman-teman seprofesinya. Selama dua tahun, Herman mencari data untuk skripsinya tersebut. Selama dua tahun pula, ia secara bertahap mengetahui rahasia-rahasia kelam di dunia bisnis pelacuran.

 

Impresi

            Meskipun pada dasarnya cerita ini merupakan skripsi yang dikonversi menjadi novel nonfiksi, tetapi gaya penulisan serta cara penulis menceritakannya berhasil membuat saya seolah terbenam dalam suatu realitas sosial. Buku ini memang cukup ramping, tetapi kisahnya ditulis dengan runtut dan mengalir. Walaupun sebenarnya, saya diam-diam berharap buku ini dapat dibuat lebih tebal lagi.

Maman Suherman juga berhasil membawa saya ke era tahun 1980-an. Gayanya bercerita membuat saya seolah-olah sudah kenal dekat dengan tokoh-tokoh yang ada. Ia juga berhasil menggugah segala emosi dalam diri saya: sedih, cemas, haru, marah, senang, dan sebagainya. Selain itu, buku ini juga membuka cakrawala saya mengenai kegiatan perdagangan manusia dan lingkungannya. Tidak sedikit fakta yang disisipkan Maman Suherman yang membuat saya, lagi-lagi, lupa bahwa ini cerita fiksi.

Secara singkat, dapat dikatakan bahwa buku ini menjadi “pembuka mata” bagi saya. Ia  menjadi pengingat bahwa ternyata masih sangat banyak hal yang belum terungkap, yang belum saya ketahui, dan yang belum saya deteksi keberadaannya. Buku ini sangat menyenangkan untuk dibaca. Saya enggak akan komplain kalau harus baca ulang buku ini berkali-kali.

Berapa banyak hati yang kamu mau berikan untuk tulisan ini?

Rating rata-rata: 5 / 5. Jumlah rating: 1

Jadilah yang pertama untuk memberi rating pada tulisan ini.