Sejak kejadian kontrasepsi, Jamrud tidak lagi menulis kelanjutan kisah Surti dan Tejo. Nasib Surti Tejo pendek, sama seperti kawanan nama lain yang selesai pada satu lagu saja. Sally atau Sephia misalnya. Lantas, kira-kira, apakah Surti sakit hati diteriaki “fuck you!”? Apakah Tejo kena usir warga?

Mari berandai-andai.

Barangkali, Surti pulang dan mengurung diri di kamarnya sambil menangis. Berhari-hari Surti tidak mau makan ataupun mengobrol dengan orang rumahnya. Ibunya turut sedih atas murungnya Surti dan bersikeras membuat Surti bercerita penyebab aura pilu rumah mereka. Bapaknya pelan-pelan masih mengulang pertanyaan yang sama, “Nak Surti, Tejo ngapain kamu?” Seperti sudah tidak heran, Bapak jelas menyebut nama Tejo. Bapaknya yang kades sudah menduga anak desa sepulang dari kota pasti bikin masalah. Ah, Bapak sudah tidak bisa menunggu jawaban Surti. Tanpa tedeng aling-aling ia pergi ke rumah Tejo dengan penuh kemarahan.

Barangkali, Surti trauma. Akibat ulah Tejo, perkotaan sudah bercitra buruk di mata Surti. Tidak terpikir sedikit pun di benak Surti bahwa kota mampu mengubah Tejo yang dulu dekil dan lugu menjadi Tejo yang berani memperlihatkan kemaluan di depannya. Laku Tejo amat tidak mungkin termaafkan. Dengan perasaan getir, Surti memutuskan akan membiarkan hidup mereka berjalan seadanya. Ia mengawang tentang takdirnya beberapa tahun kemudian. Mungkin, Surti dijodohkan oleh anak Pak Haji dan memilih akan mengajar mengaji di sini.

Takdir Tejo mujur karena selain Surti belum mengenal istilah sexual harrasment, kemarahan bapak Surti lambat laun mereda berkat tawaran menikahi Surti dari ibu Tejo. Perbincangan itu diawali dengan kemarahan sampai tiba-tiba tersulap menjadi aksi puji-pujian untuk Tejo yang akan jadi pahlawan desa karena kegigihannya mengadu nasib ke kota. Bapak Surti sedikit terkesima meskipun tetap ragu memikirkan hati anaknya. Akhirnya, sementara waktu, ibu Tejo memohon syarat untuk tidak membocorkan masalah itu kepada warga. Sebagai gantinya, Tejo akan pergi dari desa dan menjauhi Surti untuk waktu yang cukup lama.

Insiden di pematang sawah tidak mengubah Tejo. Di kota ia menghabiskan tahun-tahunnya untuk bolak-balik membawa perempuan ke pondokan sambil pamer RX King kredit hasil kerjanya di pabrik. Sesekali ia dangdutan di acara partai. Tejo menemukan hobi baru: nyawer biduan. Sekali waktu Tejo mabuk-mabukan dan tahu-tahu sudah sampai Bekasi tanpa ponsel, dompet, dan bahkan tanpa sepatu.

Tejo makin tidak keruan. Hidupnya berantakan. Dua tahun lebih ia tidak ingat desa. Ia akhirnya terpaksa pulang lantaran menghamili satu perempuan.

Walaupun penuh hura-hura dan ruwet akan masalah, sebenarnya, Tejo di kota pun tetap amblas memikirkan Surti. Di kota atau pun di desa ternyata sama saja. Di pondokan atau di bilik kamar rumahnya, perasaan Tejo tetap berdebar. Debar itu sudah tidak tahu harus dikemanakan selain kembali kepada Surti.

Akhirnya hari ini datang. Surti dan Tejo berpapasan. Di pematang sawah tempat mereka kencan dahulu, tanpa sengaja, mereka saling mencuri pandang sebelum akhirnya canggung berjalan. Surti yang selama ini diam tidak bisa menutupi binar matanya melihat laki-laki yang bersamanya sejak sekolah dasar. Tejo bahagia sekaligus menangis melihat Surti baik-baik saja tanpanya. Namun, Surti dan Tejo tak tahu satu sama lain bahwa selama ini pikiran mereka seirama. Mereka sama-sama membayangkan apa yang akan terjadi kalau mereka betulan bercinta.

Berapa banyak hati yang kamu mau berikan untuk tulisan ini?

Rating rata-rata: 0 / 5. Jumlah rating: 0

Jadilah yang pertama untuk memberi rating pada tulisan ini.