Tidak pernah terpikirkan oleh saya, bahwa suatu hari, saya akan mulai melirik novel karya sastrawan Jepang, bahkan sampai jatuh cinta pada mereka. Bukan, bukan karena saya dendam sebab Jepang pernah menoreh luka mendalam di hati Tanah Air. Bukan itu. Toh, ketika penjajahan usai, saya belum dilahirkan ke dunia sehingga rasanya menjadi tidak sah kalau saya dendam pada Jepang, padahal merasakannya sendiri saja tidak. Baik, saya tegaskan sekali lagi. Bukan karena dendam, melainkan karena saya memang tidak pernah terpikirkan saja. Sungguh. Namun, boleh jadi, juga karena saya malas, hehe. Aduh! Perkara malas ini memang tidak ada habisnya, ya?

Barangkali, Tuhan juga jengkel melihat hamba-Nya yang satu ini malas sekali untuk mencoba membaca tulisan-tulisan di luar “zona nyaman”-nya. Padahal ada banyak hal baik yang bisa didapatkan dari coba-coba. Sebab itu, Dia jadi membuat saya memiliki seorang kawan baik yang mempelajari sastra Jepang di bangku kuliah. Hebat juga rencana-Nya, kalau saya pikir-pikir. Soalnya, kawan baik saya ternyata banyak membaca novel ciptaan sastrawan Jepang dan seluruh resensinya yang dibagikan melalui aplikasi Goodreads terlihat sangat meyakinkan. Membuat saya, mau tak mau, terpengaruh.

Teman-teman, siapapun kamu yang membaca tulisan saya. Kalau boleh saya bilang, ini adalah tulisan mengenai cinta pertama saya. Bukan, bukan pada lelaki yang saya taksir di kehidupan saya, huh. Bukan doi, melainkan sastrawan Jepang, seperti yang sudah saya sebutkan di kalimat paling atas sana. Cinta pertama saya itu adalah… bukan, bukan juga Haruki Murakami ─ belum, tepatnya. Cinta pertama saya itu adalah Miyazawa Kenji, haha. Maaf jika mengecewakan. Oh, tapi tidak sepatutnya kamu kecewa, Teman. Sini, biar saya beritahu betapa kerennya, sih, cinta pertama saya ini.

Pertama. Tulisan beliau itu indahnya minta ampun! Jika kamu adalah orang yang gemar membaca tulisan fiksi bertema surealisme yang dibumbui sedikit sihir-sihir yang rasanya mirip gulali, inilah saat yang tepat untuk kamu langsung membaca tulisan-tulisan beliau. Saya beri saran, mulailah baca dari novel fantasi klasik beliau yang berjudul Night on the Milky Way Railway. Jika melihat riwayat kehidupan Miyazawa Kenji, bisa dibilang bahwa buku itulah yang paling sukses melambungkan namanya. Tidak heran, saya pikir. Sebab ketika membaca Night on the Milky Way Railway, kita akan langsung disambut oleh karakter utamanya, Giovanni dan Campanella, di pintu masuk Stasiun Galaxy. Di sana, kita akan dibawa berkeliling galaksi Bima Sakti seolah-olah sedang mengembara ke dalam negeri dongeng. Ya, Tuhan, indah sekali, pokoknya.

Kedua. Aduh, percayakah kamu, ketika saya bilang bahwa Miyazawa Kenji sebenarnya adalah seorang petani? Miyazawa Kenji ini latar belakangnya bukan dari ilmu sastra, lho, melainkan agrikultura. Sebelum namanya melambung sebagai penyair terkenal, beliau sempat menjabat sebagai seorang guru ilmu pertanian di Sekolah Menengah Pertanian Hanamaki. Di tengah kesibukannya sebagai seorang guru itu, beliau masih sempat-sempatnya menulis bermacam-macam puisi dan kumpulan cerita dongeng, seperti Haru to Shura, Spring and the Demon, The Restaurant of Many Orders, dan lain sebagainya. Saat pertama kali mengetahui fakta ini, saya langsung kagum.

Eits, tidak cuma itu. Dengan segudang ilmunya dalam bidang agrikultura, pada 1926, Miyazawa Kenji mengundurkan diri dari jabatannya sebagai seorang guru. Loh, kenapa? Karena beliau dengan mantap mengalihkan profesinya menjadi seorang petani di wilayah timur laut Jepang, demi meningkatkan kesejahteraan petani Kota Morioka.

Ah, panutan, deh! Setidaknya begitu dari sudut pandang saya dan kawan baik saya. Apalagi dari sudut pandang kawan baik saya, yang belajar sastra Jepang itu. Dia sampai bercita-cita menjadi seorang petani labu sungguhan di pedesaan Iwate atau Gifu di Jepang sana. Haha, saya gemas sendiri. Aduh, membicarakan Miyazawa Kenji, sih, tidak akan ada habis-habisnya. Sudah tulisannya bagus-bagus dan sangat imajinatif, ternyata beliau juga punya tujuan hidup yang sangat mulia. Bagaimana saya tidak menjadikan beliau penyair favorit saya?

Jadi, begitulah, teman-teman. Saya harus cukupkan sampai di sini karena saya takut terlalu panjang dan jadi membosankan, hehe. Namun, percayalah, kelebihan Miyazawa Kenji tidak bisa dituliskan sepenuhnya dalam tiga sampai lima paragraf saja. Saya kira teman-teman pun setuju. Intinya, Miyazawa Kenji benar-benar membuat saya jatuh cinta. Cinta pertama pula, makin berkesan rasanya! Aduh, jadi tidak sabar untuk jatuh cinta pada tulisan beliau yang lain, lagi dan lagi.

Oleh: Salsabilla Dewi Kemuning yang jatuh cinta pada Miyazawa Kenji
Bonus: Saya jadi bertanya-tanya, mungkinkah kisah cinta manis yang serupa juga terjadi antara saya dan Narabahasa? Semoga. Amin.

Berapa banyak hati yang kamu mau berikan untuk tulisan ini?

Rating rata-rata: 5 / 5. Jumlah rating: 1

Jadilah yang pertama untuk memberi rating pada tulisan ini.