“Kamu jangan egois, dong!” Demikian ucapan klasik yang biasanya terlontar ketika dua sejoli sedang bertengkar. Jika pasangan yang mendapat lontaran ucapan itu sedang giat-giatnya belajar bahasa Indonesia, ia mungkin akan berkata, “Pada konteks itu, egoistis lebih tepat dipakai sebagai kata sifat. Egois itu orangnya.” Pasangan yang lebih arif (baca: lebih tua) tentu saja akan mengabaikan ketepatan diksi dan lebih mengutamakan pesan yang disampaikan pada ragam bahasa intim itu.

Pasangan kata serapan yang berakhiran -is dan -istis ini memang kadang membingungkan. Akhiran -is (dari -ist bahasa Belanda atau bahasa Inggris) menghasilkan nomina yang menunjukkan orangnya, sedangkan akhiran -istis (dari -istisch bahasa Belanda atau -istic bahasa Inggris) membentuk adjektiva yang menunjukkan sifatnya. Jadi, egois (egoist) itu orangnya, sedangkan egoistis (egoistisch; egoistic) itu sifatnya.

Selain egois-egoistis, ada beberapa pasangan kata lain yang juga kerap tertukar. Kita cenderung memakai kata bendanya ketika yang kita maksud ialah sifatnya. Inilah sejumlah pasangan nomina-adjektiva yang sepola.

  • anarkis-anarkistis
  • humoris-humoristis
  • oportunis-oportunistis
  • optimis-optimistis
  • pesimis-pesimistis
  • sadis-sadistis

Pada tiap-tiap pasangan kata di atas, kata yang pertama merujuk kepada orangnya, sedangkan kata yang kedua merujuk kepada sifatnya. Berikut ini contoh yang benar.

  • Ia sering mengisahkan cerita humoristis.
  • Kita menyongsong tahun baru dengan optimistis.
  • Hukuman itu sangat sadistis.

Catatan: KBBI mencantumkan arti ‘tidak mengenal belas kasihan’ (adjektiva) pada kata sadis. Saya pikir ini merupakan kompromi KBBI terhadap arti yang dipakai oleh masyarakat. Kalau kompromi itu diizinkan, pola yang saya uraikan di atas tidak berlaku. Bahasa yang tidak berpola akan lebih sulit untuk dipelajari.

Berapa banyak hati yang kamu mau berikan untuk tulisan ini?

Rating rata-rata: 0 / 5. Jumlah rating: 0

Jadilah yang pertama untuk memberi rating pada tulisan ini.