Kisah Menunggu Kamu
Siang ini cuaca di Kota Semarang begitu menyengat. Aku memutuskan untuk menepi sebentar untuk meneguk air mineral. Sepertinya ekspektasiku tidak berujung baik. Botol warna hijau berukuran 500 ml yang biasanya sudah kusiapkan sebelum bepergian lupa kubawa. Huft. Batinku sedikit kesal. Akhirnya, segera aku melaju kembali menuju tempat bertemu yang sudah kujanjikan dengan teman. Maklum, menepi sebentar karena jarak rumah dan tempat yang akan kutuju ini lebih dari 30 menit.
Sesampainya di tempat ini, mataku melihat pemandangan antrean yang mengular panjang. Rasanya aku ingin membatalkan diri dan memilih pergi dari tempat ini. Akan tetapi, aku mengingat temanku sudah dalam perjalanan menuju kemari. Rasa rindu sudah lama tidak berbincang dengan temanku ini akhirnya memenangkan perdebatan dalam diriku yang aslinya paling malas melihat antrean panjang.
Mataku melihat sekeliling, mencari keberadaan temanku yang kuduga dia sudah tiba lebih awal. Ternyata, lagi-lagi salah dugaan. Temanku mengabarkan, ban motornya terkena paku di jalan. Sedih sekali perjumpaan pembukaku kali ini, padahal bertemu saja belum. Aku berjalan malas-malasan menuju antrean mengular itu sembari memperhatikan tempat ini. Ternyata luas juga tempatnya. Ada tempat parkir mobil yang tersedia juga di belakang.
Sekitar 15 menit mengantre, akhirnya giliranku tiba untuk memesan. Sebelumnya, aku sudah menghubungi temanku yang sedang nangkring di bengkel untuk memilih makanan dan minuman. Mie angel, siomai, udang rambutan, dan es pocong menjadi menu pilihannya. Aku sendiri memilih udang keju, mie setan, es tuyul, dan air mineral. Meskipun penamaannya seram, harga yang tertera tidak semenyeramkan itu untuk kantong. Tempat yang cocok untuk masyarakat pada akhir bulan.
Aku memilih bangku beton di area tengah-tengah yang beratapkan langit karena, ya, memang tinggal bangku beton saja yang minim menjadi pilihan. Sedih sekali memang. Jika rintik hujan turun, itu akan menjadi romantis. Mohon, yang jomlo skip saja membaca satu kalimat sebelum ini.
Sembari menunggu menu yang dipesan datang, aku menelepon keberadaan temanku dan memastikan dirinya baik-baik saja. Syukurlah, ternyata tidak terlalu jauh dia mendorong motornya tadi untuk menemukan bengkel terdekat.
Tak terasa waktu 20 menit berbincang via telepon, tetapi menu yang dipesan belum juga datang. Oh, berarti tempat ini tidak cocok untuk orang yang buru-buru ataupun yang sedang dilanda kelaparan maksimal.
Akhirnya aku melihat temanku dari jauh. Dia sedang memandang sekeliling mencari keberadaanku. Aku sengaja menutup muka dan membiarkan dia mencari. Salah siapa membuatku menunggu cukup lama. Padahal, menunggu adalah pekerjaan yang paling melelahkan hati, apalagi tidak juga berujung satu hal yang pasti. #salahfokus
Bisa-bisanya dia datang dengan muka riang dan tidak berselang lama makanan dan minuman yang dipesan datang juga. Apa-apan ini? Batinku memberontak untuk mengikhlaskan begitu saja kejadian ini. Tahan … tahan. Tunggu aja waktu ngomel-ngomel-nya.
Air mineral yang sejak awal sudah kunantikan, aku tenggak lebih dulu untuk menenangkan diriku. Dia membuka obrolan pertama kali dengan mengucapkan maaf. Angin segar dari ucapannya langsung saja menggantikan posisi kekesalanku saat itu juga. Aku menyambutnya dengan senyuman dan kami akhirnya memutuskan untuk menyantap makanan terlebih dahulu sebelum berbincang lama.
Kriuk … kriuk … kriuk. Suara renyah dari mulutnya yang sedang melahap pangsit. Mataku memperhatikan dengan detail ke arah mi karena penasaran dengan alasan “setan”, “angel”, “iblis” untuk penjenamaannya.
Aku tidak begitu menyukai tekstur mi di tempat ini karena menurutku cenderung kering dan minyaknya bikin ngeri. Akhirnya, aku beralih ke menu selanjutnya, yaitu dimsum. Udang rambutan, udang keju, dan siomai mulai kulirik satu persatu.
Masing-masing varian dimsum berisi tiga buah. Untuk rasanya, aku mengacungkan dua jempol. Tidak menyesal untuk menunggu makanan kecil ini cukup lama. Malah, kalau ke sini lagi, sepertinya aku akan memesan varian dimsumnya saja, apalagi untuk udang kejunya. Nagih!
“Lis, aku belum salat,” ucap temanku yang tiba-tiba ingat dirinya belum menunaikan ibadah wajib. Aku menenangkan dirinya dan menyuruhnya bergegas. Salah satu hal yang penting ketika ingin berlama-lama di satu tempat dan menghindari keribetan memang ketersediaan fasilitas musala. Oleh karena itu, tempat ini aku acungkan jempol lagi ditambah senyuman. Musala yang tersedia cukup luas sehingga pengunjung tidak perlu berdesakan dan mengantre saat waktu salat tiba.
Makanan pun habis. Aku menunggu temanku. Aku melakukan swafoto dengan menggunakan filter-filter gemas. Selang beberapa menit, temanku tiba-tiba nimbrung foto dari belakang dan akhirnya melanjutkan dengan berbincang ngalor-ngidul sampai tidak terasa tempat dudukku yang beratapkan langit sudah mulai berubah warna oranye dan kemerahan, tanda kami harus segera mengakhiri perbincangan. Benar-benar tempat yang asyik dan nyaman untuk menghabiskan waktu bersama. Jika kamu tertarik, tempat ini ada di Jalan Kompol Maksum no. 282, Peterongan, Kecamatan Semarang Selatan, Kota Semarang. Jangan lupa siapkan diri karena ujian kesabaranmu akan dimulai di sini atau silakan komentar jika ingin uji kesabaran bersamaku di sini. #canda
Berapa banyak hati yang kamu mau berikan untuk tulisan ini?
Rating rata-rata: 0 / 5. Jumlah rating: 0
Jadilah yang pertama untuk memberi rating pada tulisan ini.