Penyunting Dadakan
Satu hal yang tidak pernah ada dalam bayangan kehidupan saya selama ini adalah menjadi penyunting tulisan. Ketika saya berkenalan dengan Pak Ivan Lanin pada tahun 2016, saya mulai menyadari kalau berbahasa yang baik dan benar itu memang harus diterapkan dalam kehidupan sehari-hari. Awalnya saya melakukan perbaikan hanya untuk diri sendiri. Setidak-tidaknya misi saya hanya satu, orang mengerti dengan apa yang saya sampaikan.
Hampir empat tahun saya menjadi terbiasa dengan dunia kebahasaan, akhirnya pada tahun 2020 saya memutuskan bergabung di Narabahasa. Tanpa saya sadari, tuntutan orang-orang di sekeliling saya menjadi lebih besar. Teman dan rekan saya mulai memperhatikan siapa saya dan apa yang saya kerjakan. Satu-persatu pertanyaan terkait arti, maksud, atau padanan kebahasaan mulai masuk ke dalam saluran WhatsApp saya. Saya tetap berusaha menjawab dengan mencari tahu dari semua sumber di dunia maya dan aplikasi terkait kebahasaan. Kalau sudah mulai terpentok, saya akan bikin rekan saya pusing juga. Pak Ivan Lanin dan Mbak Dessy Irawan jadi sasaran tempat bertanya lanjutan.
Awalnya bermula dari kata, lalu kalimat, dan sekarang teman-teman mulai menyodorkan naskah surat, informasi, dan cerita. Saya dibuat terpana. Harapan mereka adalah saya dapat memberikan masukan yang benar untuk apa yang mereka buat. Naskah terakhir yang saya terima adalah naskah cerita bersambung (cerbung). Wah, ini gila. Saya diminta menyunting cerita-cerita yang belum selesai alias belum tamat. Saya berdiskusi tentang latar cerita dan yang lainnya. Otak saya benar-benar harus bisa mendalami apa yang ingin diceritakan oleh penulis.
Sok tahu! Persis itu yang ada dalam benak saya. Yang lebih naas lagi, sudah delapan musim kelas daring Narabahasa bergulir, saya belum pernah tamat menyelesaikan kelas penceritaan dan penyuntingan. Jangan tanya alasannya kenapa karena saya pasti akan jawab sebab saya punya anak bayi. Namun, kembali lagi, alasan akan selalu jadi pembenaran untuk semua kisah, bukan? Kemudian, sekarang saya menyesal. Heee!
Saya tetap mencoba menyunting dengan baik, dengan menggunakan kata-kata yang sesuai konteks, tetapi tetap berasa kepatuhannya terhadap kaidah. Sunting lalu saya tutup, pas esok hari saya buka lagi, pasti ketemu hal yang aneh lagi. Sunting lagi, lalu tutup lagi, baca lagi. Kiranya proses ini cukup membuat saya deg-degan. Ha-ha-ha. Ilmu saya sangat jauh dari ilmunya Mas Harrits Rizqi Budiman. Jadi, diterima saja kekurangannya, ya, Teman.
Akhirnya, karena semua proses ini, saya mulai akrab dengan yang namanya KBBI, PUEBI, dan situs-situs lain yang menunjang untuk kebahasaan. Kalau diingat-ingat, dahulu bahasa Indonesia adalah hal yang paling malas saya pelajari. Sekarang saya benar-benar dipaksa untuk paham. Saya sadari dalam dunia ini ada dua hal yang menyebabkan seseorang bisa menekuni sesuatu, yaitu karena suka dan karena keadaan. Saya masuk golongan kedua. Tahun 2021 saya menjadi si Penyunting Dadakan. Bagi teman dan rekan yang memberikan naskahnya kepada saya, pesan saya cuma dua: Semoga kalian puas dan tidak menyesal.
Tangerang Selatan, 13 Januari 2021
Mels 😉
Berapa banyak hati yang kamu mau berikan untuk tulisan ini?
Rating rata-rata: 0 / 5. Jumlah rating: 0
Jadilah yang pertama untuk memberi rating pada tulisan ini.