Empat hari lagi, tepatnya tanggal 16 November 2020, genap sudah delapan bulan kaki ini tidak menapaki jalanan yang penuh batu itu. Iya. Kaki saya dan jalan yang tidak rata di Jatinangor—dunia kecil tempat bermimpi besarnya para mahasiswa—sudah lama tidak bertegur sapa. Saya dan teman saya meninggalkan kawasan sederhana penuh kisah itu untuk waktu yang cukup lama.

Beberapa hari sebelumnya, saya dan panitia lain masih dengan santai melaksanakan rangkaian kegiatan ospek kampus yang telah lama kami siapkan. Saya ingat sekali, bahwa teman saya sedang berhalangan hadir untuk menjadi fasilitator kelompok, dan akhirnya sayalah yang menggantikannya.

Duduk melingkar sambil berbincang dengan teman-teman peserta ternyata lebih menyenangkan dibandingkan hanya mondar-mandir memperhatikan mereka dari kejauhan. Saking senangnya, saya sampai lupa kalau harus menyampaikan beberapa informasi penting kepada mereka. Maaf, ya!

Siapa sangka, ternyata hari itu adalah terakhir kali saya menginjakkan kaki di aula Moestopo. Kalau diingat-ingat, rindu juga dengan kegaduhan di aula dengan karpet merahnya yang khas itu dan lampunya yang sering mati.

Satu hari setelahnya, saya masih ingat dengan jelas kalau saya menginap di indekos teman untuk menyelesaikan bahan lomba yang kami ikuti. Saya datang sekitar pukul 1 siang, tetapi kami baru mengerjakannya (bahan lomba) sekitar pukul 10 malam. Iya. Saya tidak mengada-ngada. Sebelum pukul 10 malam, kami justru sibuk memilih makanan mana yang mau dibeli lewat layanan pesan antar dan membicarakan apa saja yang terpikir oleh kami saat itu.

Kami baru bisa tidur sekitar pukul 4 pagi karena bahasan lombanya baru selesai. Tetapi bukan itu poin yang ingin saya sampaikan. Saya ingin bilang kalau itu adalah hari terakhir saya menginap di indekos teman sebelum akhirnya mendekam di rumah selama berbulan-bulan.

Kalender ponsel saya menunjukkan sudah memasuki tanggal 16 Maret 2020. Ketika membaca berita yang ada di media sosial maupun media daring, Indonesia sedang digemparkan dengan adanya rencana kebijakan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) di beberapa kota untuk menangani Covid-19. Gosip tentang diliburkannya kegiatan belajar mengajar di kampus juga tidak kalah menggemparkan, entah dari mana datangnya, pokoknya hari itu ramai sekali ruang obrolan grup di Line saya membahas tentang libur kuliah.

Tak lama kemudian, muncul surat edaran bertanda tangan rektor kalau selama dua pekan ke depan, kegiatan belajar mengajar (di kelas) berubah menjadi pembelajaran jarak jauh (PJJ). Seketika, para mahasiswa berbondong-bondong untuk pulang ke kampung halaman karena muncul isu lagi kalau kemungkinan besar PJJ akan diperpanjang entah sampai kapan. Benar saja, PJJ masih berlangsung sampai tulisan ini saya buat.

Saat ini, saya mengingat kembali kisah-kasih bersama kawan di kecamatan kecil dengan empat perguruan tinggi di dalamnya. Saya membayangkan canda tawa tentang memutuskan mau nginap di indekos siapa lagi pada hari Kamis nanti. Saya membayangkan ricuhnya berdebat bersama mereka hanya karena beda tujuan tempat makan. Saya membayangkan kalau harus jalan kaki ke Jatos (Jatinangor Town Square) karena lalu lintas yang macet, sedangkan film di bioskop sudah mau mulai. Saya membayangkan sedang menahan kantuk di ruang sekre himpunan karena masih banyak masalah yang belum terpecahkan. Saya sedang membayangkan segala kemungkinan kisah yang bisa saya alami kalau seandainya saya sedang berada di tempat itu, Jatinangor.

Tempat yang kalau siang panasnya bukan main, tetapi kalau malam udaranya sangat menyejukkan. Tempat yang dipenuhi debu dari truk besar, tetapi juga dipenuhi mimpi-mimpi yang besar. Tempat yang dipenuhi segala rasa, mulai dari marah, sedih, lelah, bahagia, bangga, dan lainnya.

Kira-kira perasaan apa yang tepat untuk menggambarkan posisi saya pada saat ini? Rindu? Kangen? Saya tidak mau mengelak. Saya akui kalau saya rindu dengan Jatinangor beserta isinya, dan kisah bersama teman-teman lainnya.

Berapa banyak hati yang kamu mau berikan untuk tulisan ini?

Rating rata-rata: 0 / 5. Jumlah rating: 0

Jadilah yang pertama untuk memberi rating pada tulisan ini.