Romansa
Di balik buku-buku serius dan lagu-lagu keras itu, jauh dalam hati, ia mudah sekali terenyuh akan persoalan romansa. Seperti pada sore yang teduh itu, dilihatnya sepasang muda sedang berjalan di jembatan tengah kota sambil bergandeng tangan. Ia tak hanya melihat mereka melalui kedua mata, tetapi juga dari perasaan terdalamnya. Tiba-tiba saja ia merindukan buku-buku picisan dan lagu-lagu percintaan. Sebagaimana pada malam yang tenang dulu, dibiarkannya pikiran itu melayang, menembus batas-batas lampau. Ia tak hanya mengingat suatu tempat dan waktu, tetapi juga seorang perempuan dengan rambut sebahu.
Perempuan itu telah hadir sejak delapan tahun lalu dalam kehidupan dan hati tokoh utama kita pada cerita ini. Ia memiliki mata seindah laut selatan. Rambutnya secantik dewi gelita. Dan, yang terbaik dari yang terbaik, kelucuan dan keluguannya yang nirmala. Seluruhnya membuat tokoh utama kita yakin bahwa hatinya telah siap melayari segenap samudera bersama perempuan itu. Ia meneguhkan keyakinannya sekuat doa pada tiga pagi. Keberaniannya serupa serigala di bukit purnama. Dan, yang terdalam dari yang terdalam, kesungguhan dan kesediaannya untuk suatu saat nanti berbagi nasib.
Tokoh utama kita sebenarnya hanya menginginkan hal-hal kecil. Ia hanya ingin duduk di samping perempuan itu. Ia akan menoleh ke kiri dan memperhatikan wajah cantik pujaannya dengan penuh kasih. Ketika perempuan itu menoleh ke kanan, tokoh utama kita akan meletakkan telapak tangannya di pipi yang kemerahan itu. Sementara, si perempuan sebenarnya menginginkan hal-hal yang lebih. Ia ingin mengajak tokoh utama kita berjalan jauh entah ke mana. Ia akan memegang tangan kanannya dan menyandarkan sedikit kepalanya di bahu yang cukup gagah itu. Ketika tokoh utama kita membalas dengan genggaman yang lebih erat, perempuan itu akan berharap bahwa waktu tak akan pernah berakhir.
Namun, pada suatu hari, setelah sekian lama saling mendekatkan diri, perempuan itu pergi tanpa kabar. Yang ditinggalkannya hanyalah tahun-tahun penuh kekosongan. Tokoh utama kita berusaha keras untuk mengisinya. Namun, tak pernah ia sadari, yang diisinya hanya menjadi kesia-siaan. Itu pun pernah terjadi pada suatu pagi sebelum ia dan perempuan itu saling mengenal. Yang dirasakannya hanyalah tiada hari tanpa menipu diri. Tokoh utama kita berusaha keras untuk menertawakannya. Namun, tak pernah ia sadari, yang ditertawakannya hanyalah kefanaan.
Ia hanya bisa mengingat suatu tempat dan waktu, serta seorang perempuan dengan rambut sebahu. Sebagaimana pada detik yang selalu melukai, dibiarkannya pikiran itu diam, menempati ruang hampa kini. Tiba-tiba saja ia ingin berusaha membuang kisah-kisah picisan dan nada-nada percintaan. Ia hanya ingin menutup mata dan menenggelamkan perasaannya. Seperti pada waktu yang rusuh, dibenamkannya kesepian yang berlari-lari di lubuk nuraninya. Ia menimbang-nimbang untuk tak mudah larut dalam persoalan romansa dan hanya bersembunyi di balik buku-buku serius dan lagu-lagu keras itu.
Berapa banyak hati yang kamu mau berikan untuk tulisan ini?
Rating rata-rata: 0 / 5. Jumlah rating: 0
Jadilah yang pertama untuk memberi rating pada tulisan ini.