Maintaining Motivation, Employee Engagement, and Productivity in a Downturn  Economy - Alaska Business Magazine

The Process of Transition – John Fisher, 2012 (Fisher’s Personal Transition Curve)

Manusia sering kali disebut sebagai makhluk sosial. Sedikit banyak, lingkungan sosial memengaruhi cara manusia berpikir dan bertindak. Mungkin saja, titik terendah dalam fase kehidupan manusia berawal dari sebuah kecemasan. Untuk mengatasi kecemasan, manusia malah berusaha lari dari kenyataan dengan mencari kebahagiaan semu.

Setelah lari sejauh mungkin untuk mengejar kebahagiaan yang ternyata semu, kecemasan tadi rupanya malah datang kembali. Percuma saja susah payah berlari sejauh mungkin, kecemasan itu ternyata datang menghampiri lagi bak hantu yang menakutkan. Rasa takut tentu sangat manusiawi, Akan tetapi, rasa takut tersebut dapat berubah menjadi ancaman untuk manusia.

Sejak saat itu, manusia dengan mudah menyalahkan dirinya dan membenarkan apa yang terjadi dalam lingkungan sosialnya. Sampai pada akhirnya, manusia berada dalam titik terendah dalam hidupnya setelah berlari sejauh mungkin. Tak apa untuk berhenti sejenak, tak perlu berlari lagi untuk menghindar dari kenyataan. Rehat sejenak dulu, tak apa!

Setelah rehat, kemudian harus bagaimana? Manusia dihadapkan dengan pilihan: terus berlari untuk mengejar kebahagiaan semu atau menerima kenyataan dari lingkungan sosial. Sayangnya, manusia tak pernah bisa melupakan kenyataan. Manusia bukan komputer yang dapat dengan mudah menghapus memori yang tak diinginkan ke tempat sampah.

Menerima adalah hal tersulit bagi manusia, terlebih sebagai makhluk sosial dengan segala hal yang mengintervensi eksistensinya. Karena tak dapat menghapus memori, belajar menerima harus dapat dimulai dengan mensyukuri apa saja yang telah didapatkan sampai hari ini. Apa yang didapatkan manusia satu dengan lain tentu saja berbeda.

Ingat, berbeda tak selalu salah. Oleh karenanya, rasa syukur terhadap apa yang telah didapatkan sampai hari ini merupakan langkah awal untuk belajar menerima. Mungkin saja, kamu, ya, kamu, jauh lebih beruntung dari orang lain. Jika ada yang ternyata jauh lebih beruntung darimu, tak apa, kok!

Saat kamu menemukan orang lain yang jauh lebih beruntung darimu, bukalah dirimu untuk menyerap berbagai hal baik darinya. Selanjutnya, kamu dapat menerapkan dalam dirimu agar terus berkembang menjadi versi terbaik dari dirimu. Kamu tak perlu untuk menjadi orang lain, kamu dapat tetap menjadi dirimu sendiri.

Setelah belajar untuk menerima, kamu akan terus berkembang menjadi versi terbaik dari dirimu. Jika kembali merasakan titik terendah dalam hidupmu, ingat kembali bahwa kamu pernah berjuang sebelumnya. Satu hal yang pasti, manusia akan berlabuh pada sebuah akhir meski terkadang perjalanan menuju akhir dipenuhi berbagai rintangan.***

Berapa banyak hati yang kamu mau berikan untuk tulisan ini?

Rating rata-rata: 0 / 5. Jumlah rating: 0

Jadilah yang pertama untuk memberi rating pada tulisan ini.