Surat Cinta untuk Ibu Kekasih
“Kami sepakat untuk mencintai laki-laki yang sama.”
Term jatuh cinta itu ganjil. 3 Composers lewat liriknya bilang, lebih baik bangun cinta daripada jatuh cinta. Kupikir mereka banyak benarnya. Jatuh cinta itu mudah dan mencintai adalah kata kerja lain yang bersinonim dengan bangun cinta. Bayangkan, sesudah bangun cinta, kita tentu bisa banyak gaya. Tuhan memang menciptakan cinta untuk banyak gaya, ‘kan?
Aku salah satu muda-mudi yang banyak gaya, yang tidak sedikit pun takut akan bahaya laten dari mencintai. Dengar-dengar akhir dari mencintai itu hanya dua: kita selamanya kebosanan dan, yang terburuk, patah hati. Sepenuhnya aku yakin itu hanya lagu lama. Kalaupun benar, agaknya, hari-hari seperti akhir-akhir ini rasanya hal itu tidak merugikan dan tidak lagi percuma. Kita tinggal menulis puisi patah hati lagi. Lalu, kita banyak gaya lagi. Menjadi dewasa berarti berteman dengan keduanya dan itu bukan masalah besar.
Seharusnya, tidak ada yang mesti kukhawatirkan. Aku selalu merayakan hari ini dan perasaan ini.
Sampai tibanya sorot hangat dari mata seorang ibu menceritakan anak lanangnya yang pergi mengadu nasib ke ibu kota: Jogja ke Jakarta. Anaknya berangkat karena terus bermimpi. Kata Ibu, Jogja kewalahan menampung mimpi-mimpi besarnya. Konon, tidak ada kota lain yang cocok selain Jakarta. Aku mengiyakan tanda setuju. Menjaga mimpi anak lanangnya sama dengan menitipkannya untuk tumbuh berkembang dengan akar yang kuat dan tangkai yang tinggi. Di sana aku tahu, dengan sekuat harap, Ibu mencintainya lebih dari apa pun. Dan, di sana juga aku tahu, aku mencintai di dada yang tepat.
Cinta Ibu itu menyadarkan, patah hati berarti mematahkan Ibu. Kebosanan berarti lalai menjaga cinta Ibu. Untuk bisa menjadi pohon yang tinggi dan akar yang kuat, kita harus menyadari asal-usulnya. Dan, asal-usul itu datang dari seorang ibu serta mungkin kisah getir di baliknya. Teduh matanya menandakan harapan. Siapa tega meredupkannya? Aku bersemangat untuk ikut menjaga akar dan tangkai itu demi menjaga harapan Ibu. Kali ini, tidak ada lagi perayaan hari ini, semuanya tentang “selamanya” yang menumbuhkan tangkai dan akar. Dari Ibu.
“So i will tell you no one want to spend the eternity alone,” begitu kata MXPX. Kalimat itu jadi gejolak baru. Apa yang lebih istimewa daripada hidup dari harapan bersama selamanya? Semua datang dari perasaan yang sama, perasaan harapan yang damai jelmaan cinta yang ekstrem.
Kita semua persis tahu, dengan adanya harapan, risiko akan datang lebih besar dan lebih banyak dari biasanya. Tapi, toh, hidup hanya garis risiko panjang melintang dari titik lahir ke titik mati. Aku yakin, dengan bersama, garis panjang ini sepadan dilakukan.
“Bu, mau, ya, kita sepakat dan setuju untuk mencintai laki-laki yang sama sambil mencintai mimpinya?”
Ibu mengiyakan.
Berapa banyak hati yang kamu mau berikan untuk tulisan ini?
Rating rata-rata: 0 / 5. Jumlah rating: 0
Jadilah yang pertama untuk memberi rating pada tulisan ini.