Perjalanan ke Teluk Hijau membawa saya ke petualangan baru yang melelahkan sekaligus penuh warna. Kawasan Teluk Hijau terletak di Dusun Krajan, Sarongan, Pesanggaran, Kabupaten Banyuwangi, Jawa Timur dan juga menjadi bagian dari Taman Nasional Meru Betiri, yang secara administratif berada di antara dua kabupaten, Banyuwangi dan Jember. Perjalanan menuju pantai ini sangat spesial bagi para penikmat wisata alam, tetapi bagi saya yang mager banget, rasanya cukup berat untuk melakukan perjalanan karena akses wilayahnya yang berliku, dan butuh waktu enam jam yang harus ditempuh dari Kota Banyuwangi saat itu.

Akses menuju Teluk Hijau ada dua pilihan. Pertama, jalur laut dengan menggunakan perahu nelayan dari Pantai Rajegwesi dengan biaya jasa sebesar Rp35.000,00 per orang dan segera sampai di bibir pantai tanpa perlu lelah berjalan. Kedua, jalur darat dengan berjalan kaki yang melalui bukit serta hutan selama kurang lebih dua jam menuju pantai. Nah, setelah dijelaskan oleh pemilik perahu bahwa pesisir Banyuwangi sangat berbahaya karena langsung menyambung ke Samudra Pasifik, saya menjadi takut bukan main. Alhasil, saya memilih perjalanan darat saja.

Dalam perjalanan darat ini, sebelum berjalan kaki, saya menempuh perjalanan bermobil selama 4 jam dengan mayoritas jalan yang masih rusak dan berlubang. Pusing? Mual? Tentu saja. Semakin jelek jalannya, Bapak saya semakin semangat mengemudi. Kami para penumpang? Tidur saja, deh. Namun, untungnya, setelah beberapa jam menahan mabuk darat, kami sampai di sebuah pos. Ternyata, mobil kami hanya bisa berhenti di pos ini saja. Selebihnya, kami harus berjalan kaki mengarungi bukit dan hutan lindung Taman Nasional Meru Betiri hingga sampai ke Teluk Hijau.

Saat itu, saya belum tahu jika kami harus berjalan kaki selama dua jam. Saya pikir kalau hanya berjalan kaki saja, saya yang mageran ini pasti bisa. Kenyataannya, saya super ngos-ngosan. Namun, kelelahan itu cukup terbayar dengan pemandangan keren selama berjalan kaki. Saya menikmati pemandangan pepohonan tinggi dan suara burung, serta sayup-sayup suara ombak yang semakin dekat. Saya juga menyeberangi sungai dengan air yang jernih, serta melewati pantai batu yang teduh sebelum sampai di Teluk Hijau.

Lucunya, saat kami sedang menyeberang sungai, kami bertemu seorang nenek berusia 80 tahun bersama keluarganya. Nenek itu berjalan dengan semangat meskipun harus menggunakan tongkat dan dipapah sedikit. Mereka semua adalah turis, sama seperti keluarga kami yang ingin mengunjungi Teluk Hijau. Melihat nenek itu, saya yang masih muda dan mageran ini berpikir, “Bagaimana bisa saya kalah dari nenek-nenek?” Saya malu banget dan jiwa kompetitif yang penuh gengsi ini mendorong saya untuk lebih bersemangat lagi untuk sampai di tujuan.

Sesampainya di Teluk Hijau, saya disuguhi pemandangan yang luar biasa. Warna ombaknya benar-benar hijau karena biota laut yang ada di dalamnya. Selain itu, pantai ini memberikan atmosfer yang privat karena kawasannya yang relatif sempit dan sepi. Kelelahan saya selama berjalan kaki sangat terbayarkan setelah sampai di Teluk Hijau, dan anehnya saya jadi ketagihan berjalan kaki. Teluk ini pun juga masih sangat asri karena tidak tersedianya toilet umum dan penjual makanan. Untung saja saya membawa bekal air mineral dan makanan. Kalau tidak, mana sanggup kembali ke pos pertama tadi dengan berjalan kaki.

Keamanan selama berjalan kaki di Teluk Hijau juga terjamin. Terdapat tali tambang saat mendaki dan menuruni bukit serta beberapa anak tangga yang dibuat untuk memudahkan berjalan kaki.

Bagi saya, pantai ini juga cukup unik karena memiliki batas waktu berkunjung. Akses masuk pantai biasanya ditutup pukul 17.00 WIB, tetapi sangat dianjurkan untuk meninggalkan kawasan ini pukul 15.00 WIB karena adanya ombak yang bisa pasang sewaktu-waktu.

Bermalam di Teluk Hijau hingga saat ini juga tidak diperbolehkan karena adanya tempat-tempat yang sakral, hewan liar, dan kawasannya yang memang jauh dari penduduk. Misterius banget menurut saya. Meskipun begitu, perjalanan ke Teluk Hijau memberikan hobi baru untuk saya, yang tak lain dan bukan, berjalan kaki 😊.

Berapa banyak hati yang kamu mau berikan untuk tulisan ini?

Rating rata-rata: 0 / 5. Jumlah rating: 0

Jadilah yang pertama untuk memberi rating pada tulisan ini.