Wanita Itu
Kala itu, seorang wanita termenung sendirian. Seperti menanti sesuatu, ia terduduk sejak matahari terbit hingga jingga kini berubah hitam. Dari caranya termenung, kuperhatikan ia sedang memikul banyak sekali beban. Ia terlihat seperti membawa ratusan kilo beban yang tidak terlihat mata.
Namun saat bertemu teman-temannya, pancaran wajahnya tiba-tiba berubah. Ia menjelma menjadi sesosok yang jenaka, bahkan mampu membuat seluruh pendengarnya tertawa terpingkal bahkan hanya dengan beberapa kata yang terucap dari bibirnya. Ia semudah itu tertawa hingga mampu membuat kegelian hanya karena hal “receh” yang disampaikan oleh salah seorang teman. Bahkan, terlalu lebar tawa itu untuk sebuah lelucon lawas milik bapak-bapak WhatsApp—istilah yang dipakai jaman sekarang untuk lelucon tidak lucu.
Akan tetapi, hal itu hanya terjadi saat ia bertemu dengan teman-temannya. Hal itu hanya terjadi saat ia melakukan komunikasi langsung. Ketika semua kembali, ia pun kembali. Semua canda dan tawa yang selama ini dilihat orang-orang, tawa pecah yang selalu dinantikan orang-orang itu, hanya rupa palsu. Hanya topeng untuk menutup lukanya, menutup kesedihannya, menutup rasa sakitnya.
Ia melepas topengnya, termenung sendirian, lagi. Kadang kala ditemani tangis, bahkan raungan. Menjerit, ia sering menjerit meminta pertolongan. Namun, tidak ada yang datang. Sebesar apa pun harapannya terhadap purnama dan sang fajar, ia tidak pernah mendapatkan bantuan. Sekuat apa pun raungannya, tidak pernah ada yang berani mendekat, apalagi menolongnya. Hingga kering air matanya. Serak suaranya. Ia tetap tidak mendapatkan pertolongan.
Harapannya hanya satu: sebuah pertolongan yang tulus, yang mampu membawanya bangkit, yang dapat menopangnya saat dunia kembali menyiksanya atau bahkan menjatuhkannya ke dasar. Yang ia butuhkan hanya sebuah peluk dan kalimat Tidak ada yang salah dari merasa tidak baik-baik saja. Menangislah dan saya ada di sini untuk kembali menopangmu bangkit. Entah siapa dan kapan hal itu terwujud. Namun, ia akan tetap bertahan dan mencari hingga ia berhasil menjadi utuh kembali.
Berapa banyak hati yang kamu mau berikan untuk tulisan ini?
Rating rata-rata: 0 / 5. Jumlah rating: 0
Jadilah yang pertama untuk memberi rating pada tulisan ini.