Waspada Menjadi People Pleaser
Dr. Gerungan, seorang ahli psikologi, menerangkan bahwa manusia merupakan makhluk sosial sehingga membutuhkan orang lain di setiap kehidupan mereka. Menurut penjelasannya, kita tidak hanya membutuhkan satu sama lain, tetapi juga dapat membantu atau menolong saat berada dalam kesulitan. Proses saling membantu ini sering kali menjadi bias ketika tiap-tiap individu itu tidak mampu mengontrol diri.
Kondisi saling tolong ini membuat beberapa orang terlalu mementingkan kebahagiaan orang lain dibandingkan dirinya sendiri. Sering kali kita tidak sadar akan hal ini atau orang lain yang terlalu menganggapnya wajar. Kita perlu hati-hati jika menjadi seseorang yang terlalu mementingkan kebahagiaan orang lain. Hal itu dapat berimbas pada menyakiti diri sendiri atau diri kita tidak merasakan senang atas kebahagiaan yang diterima orang yang telah kita bantu. Ini bisa tergolong gangguan mental dan dapat berujung pada kegagalan menemukan jati diri. Susan Newman, seorang ahli psikologi dari Amerika Serikat, menyebut kasus ini sebagai “people pleaser”.
Coba perhatikan orang-orang di sekitar kita. Jangan-jangan ada salah satu yang tergolong people pleaser, tetapi kita tidak menyadari keberadaannya. Kasus yang sering terjadi adalah mereka merasa tidak enak dengan orang lain. Orang Jawa sering menyebutnya pakéwuh. Padahal, dalam interaksi tersebut, mereka ingin mengutarakan pendapat atau ketidaksetujuan terhadap suatu masalah. Sosok people pleaser biasanya tetap akan berkata “ya” agar orang lain merasa senang dengan dirinya, tetapi membuat diri sendiri merasa rugi atau kurang senang.
Hal lain yang sering terjadi pada sosok people pleaser adalah hidup dengan mendengarkan pendapat orang lain dengan tujuan supaya dirinya dianggap sempurna oleh orang-orang di sekitarnya. Lumrahnya, seseorang harus memiliki pendirian dan jati diri. Sosok people pleaser akan terus menerus bergantung pada orang lain yang belum tentu benar dalam memberikan arahan. Kasihan sekali, ya.
Kemudian, apa yang bisa kita bantu jika menemukan sosok people pleaser?
Ada beberapa cara yang bisa dilakukan ketika kita menemukan sosok people pleaser. Pertama adalah menanamkan kesadaran diri untuk mau berubah. Seorang people pleaser harus mau berubah dengan alasan yang kuat. Contoh alasan yang kuat adalah kerepotan ketika terus menjadi sosok people pleaser. Saat sudah memiliki keinginan kuat, jadilah tegas dengan diri sendiri dan orang lain. Kita pasti sadar dengan permintaan yang di luar kemampuan batas. Oleh karena itu, mulai beranikan diri untuk menolak permintaan orang lain jika dirasa tidak sanggup dikerjakan.
Berikutnya, hindari meminta maaf jika sesuatu bukan kesalahan kita. Minta maaf untuk orang lain bukan berarti melindungi mereka. Hal ini malah membuatnya menjadi lepas dari tanggung jawab.
Terakhir, dan paling utama, adalah kebahagiaan diri sendiri. Apakah kamu bahagia dengan permintaan tersebut? Berharap dengan pujian orang lain karena kita telah membantu mereka bukanlah kebahagiaan. Kita tidak bisa memaksakan respons orang lain. Apa jadinya jika orang yang kamu bantu sulit puas dengan bantuanmu? Itu sungguh akan menyakitkan diri sendiri. Sudah bukan tanggung jawab pekerjaan, ditambah pula menanggung sesak respons yang diberikan.
Bahagia tidak selalu harus dicari, tetapi bisa diciptakan sendiri. Kita tidak perlu berlebihan ketika merelakan perasaan diri kita sendiri untuk berkorban demi orang lain. Mulai dengan pertanyaan, apakah aku senang dengan hal ini? Ingatlah, pada akhirnya, orang-orang akan mengalami fase datang dan pergi. Cukupkan menjadi people pleaser dan ubah menjadi happy people. Semangat, ya.
Penulis: Listi Hanifah
Penyunting: Ivan Lanin
Berapa banyak hati yang kamu mau berikan untuk tulisan ini?
Rating rata-rata: 0 / 5. Jumlah rating: 0
Jadilah yang pertama untuk memberi rating pada tulisan ini.