Gelap? Itu sudah tidak perlu dipertanyakan kembali. Warnanya memang jauh lebih pekat daripada tinta mesin penghasil berita bobroknya negara. Bahkan, jika mampu mengumpulkan gurita terbesar di dunia, tintanya pun tak berhasil menyembunyikan lorong itu. Darahnya beku begitu menyadari tamu yang beberapa hari lalu datang mengunjungi rumahnya belum ia jamu dengan sesempurna bayangan hidupnya. Ia pun bergegas keluar dari kolong kasur, tanpa peduli kepalanya bisa saja gegar otak jika terlalu keras terbentur. Di mana keberadaan tamu yang sekujur tubuhnya kaku dengan warna lebih pucat daripada tubuhnya sendiri? Tamu itu dulunya memang memiliki kulit sawo matang. Dapat dibayangkan bagaimana kedinginannya tubuh tamu itu berlama-lama di bawah derasnya hujan.

Tawa yang terdengar ceria memberikan tanda bahwa tamu yang datang merupakan perempuan kecil yang selalu dipertanyakan kemurniannya oleh makhluk di luar rumahnya. Namun, hal itu mampu membuatnya lega untuk sekian kalinya dalam hidupnya. Karena malas merapikan kapas berbau amis itu, ia memilih untuk membawa perempuan kecil itu duduk menyandarkan punggungnya di sofa, satu-satunya benda yang masih terlihat sempurna.  Sepanjang malam ia menghabiskan waktu untuk bercerita. Mungkin jika dipikir-pikir kembali, itu adalah cerita kartun yang selalu ia tonton setiap minggu pagi.

Hujan tampaknya tak mau beralih dari atap rumahnya. Sudah berhari-hari hujan terus saja menyirami tanaman hias yang memenuhi halaman rumah. Memang benar, semesta tahu segala kekurangan yang ada. Mirip dengan film romantis yang mengisahkan dua makhluk saling berbagi kasih, ia tertidur dengan memangku kepala perempuan kecil itu di atas pahanya yang sedikit bergelambir. Tidak adanya petir membuat mereka berdua tertidur dengan nyenyak.

Nyatanya, satu kali suara pemilik makanan kaleng itu terdengar. Marah? Rasanya seperti itu. Haknya telah diambil oleh tamu yang tiba-tiba datang berkunjung, tanpa pembuatan janji sebelumnya. Walau beranggapan bahwa ia bisa memukul pemilik makanan kaleng itu, nyatanya ia malah menikam tamunya sendiri yang tertidur di atas sofa mahalnya.

Terkadang ia merasa seperti sedang dikendalikan oleh kekuatan lain di luar tubuhnya. Aktivitas yang sering ia lakukan pun tidak benar-benar berasal dari kendali dirinya sendiri. Seperti saat ini, mendadak ia memiliki keinginan untuk kabur— entah dari siapa pikiran itu muncul. Dan, ia juga tidak akan tahu ke mana nanti tubuh yang malang itu terbawa. Ia ingat, hari ini merupakan tenggat ia harus mengungkapkan segalanya. Hari terakhir pula di penghujung tahun, sebelum akhirnya semua akan berganti.

Dengan bangkit dari sofa, ia memaksa membuka kenop pintu meski tahu itu tidak akan pernah terbuka. Biasanya ia bepergian lewat jendela, katanya. Namun, rasanya aneh karena tidak ada satu makhluk pun di luar rumahnya yang menyadari hal itu. Sebelum akhirnya menemukan jendela satu-satunya yang memiliki akses udara luar, ia terhenti di depan serakan kapas berbau amis. Pusaka itu, ia menemukannya.

Kejutan? Tidak ada yang memberitahunya bahwa sebuah perjalanan akan selalu mendapati kejutan, baik kecil maupun besar. Maka, ia tak mengemasi bekal karena memang ia tidak memilikinya. Ia hanya butuh melepas keinginan untuk berpamitan dengan pemilik makanan kaleng, sebelum akhirnya ia meninggalkan rumah.

Ia tidak pernah menggubris mimpinya karena setiap kali memikirkannya, beberapa saat kemudian akan terjadi hal buruk pada dirinya. Diputuskannya bahwa tidak apa-apa untuk tidak memiliki mimpi dalam hidup yang mereka bilang panjang dan hanya sekali meski sebenarnya ia tidak menyetujui pernyataan tersebut. Dalam pemilik makanan kaleng itu, dan mungkin saja dalam perempuan kecil yang datang sebagai tamu, ia tanami ruh dalam dirinya—makhluk yang tidak memiliki air mata. Itu tak mengapa karena hidup tidak memiliki patokan yang jelas untuk manusia-manusia malang seperti dirinya, katanya.

Belum sempat mendengar bagaimana kebenarannya, ia sudah mendapati hadiah yang sama seperti sebelumnya. Berulang. Terus saja berulang. Tanpa naskah pun, kejadian itu bisa sama persis setiap bulannya.

***********************************************

Berapa banyak hati yang kamu mau berikan untuk tulisan ini?

Rating rata-rata: 0 / 5. Jumlah rating: 0

Jadilah yang pertama untuk memberi rating pada tulisan ini.