Belum lama ini, menyampaikan rencana untuk menerbitkan buku puisi—yang sudah kususun sejak kuliah—kepada Ibu. Seperti biasanya, kalau soal sastra, Ibu selalu bersemangat dan senang mendengarnya. Ibu begitu tertarik mendengar rencana tersebut. Setelah menyampaikan itu, aku mencoba menggoda Ibu untuk mau menerbitkan tulisan-tulisannya juga. Tentu saja tidak heran jika kini aku suka menulis. Ibu-lah yang mengenalkan dan mengajarkannya kepadaku sejak kecil.

Ibu pernah menunjukkan tulisan-tulisannya kepadaku, baik puisi maupun cerita-cerita yang tak pernah berhenti Ibu tulis. Dalam obrolannya bersamaku, Ibu menceritakan keinginannya menerbitkan buku sejak muda. Dari obrolan tersebut, aku mengetahui bahwa hal yang menghalangi Ibu untuk menerbitkan bukunya hingga kini adalah karena beliau tidak tahu harus menyerahkan naskahnya kepada siapa. Aku pun bersemangat dan tidak sabar untuk segera membantu Ibu menyusun tulisan-tulisannya yang berserakan menjadi sebuah draf naskah. Kukatakan kepada Ibu bahwa aku siap membantunya mencarikan penerbit.

Obrolanku bersama Ibu berlanjut. Kini Ibu mulai menceritakan kisah hidupnya yang sangat menarik bagiku. Ia bercerita tentang awal mula dirinya menyukai puisi, mengenal sastra, dan mulai menulis. Rupanya, cerita itu dimulai saat seorang guru di sekolah pendidikan guru tempat Ibu belajar mengatakan bahwa dirinya menyukai Ibu. Oleh karena alasan itu, guru tersebut sering mengirimkan berlembar-lembar puisi kepada Ibu dengan bahasa yang romantis dan agak mendayu-dayu. Sebetulnya Ibu tidak menyukai guru tersebut, tetapi Ibu menyukai puisi-puisi yang dikirimkannya. Tidak hanya memberi puisi yang ditulisnya sendiri, guru itu juga beberapa kali menyerahkan bacaan, baik novel, cerpen, maupun kumpulan puisi. Sejak saat itulah Ibu mengenal sastra dan mulai menyukainya.

Pada akhirnya, mereka tidak bisa bersatu menjadi sepasang kekasih ataupun suami istri. Ya, mau bagaimana lagi? Ibu tidak menyukainya. Namun, bagi Ibu, guru itu tetap berkesan karena setidaknya ia membuat Ibu jatuh cinta kepada sastra.

Ibu juga bercerita bahwa saat ia muda, ada seorang laki-laki yang begitu tertarik kepadanya. Ia seorang insinyur gagah dengan pakaian yang selalu rapi. Namun, Ibu bukanlah perempuan yang mudah jatuh cinta, katanya. Meskipun laki-laki itu seorang insinyur, ia tidak bisa dengan mudah mendapatkan hati Ibu. Ibu berkali-kali menolak pernyataan cinta dari si insinyur. Si insinyur pun menjadi pemabuk. Tragisnya, si insinyur menutup usia karena overdosis. Rupanya, selain menjadi pemabuk, ia juga sering mengonsumsi narkoba. Sebenarnya Ibu sangat merasa bersalah akan hal itu, tetapi mau bagaimana lagi? Bukankah perasaan tidak boleh dipaksakan?

Masih banyak cerita hidup Ibu yang sangat menarik bagiku. Sungguh aku ingin menyaksikan Ibu menulis cerita-ceritanya dan menjadikannya sebuah buku. Aku akan menjadi pembaca pertama yang bahagia.

Berapa banyak hati yang kamu mau berikan untuk tulisan ini?

Rating rata-rata: 5 / 5. Jumlah rating: 2

Jadilah yang pertama untuk memberi rating pada tulisan ini.