God’s fate now

            is like the fate

            of trees and stone, sun and moon,

when people stopped believing in them

            and began to believe in Him.

 

            But He has to stay with us;

            at least like the trees, like the stones

            and the sun and the moon and the stars. (Amichai, 2015: 98)

Dalam banyak kasus, perbincangan mengenai (sejarah) Tuhan berkaitan erat dengan sistem kepercayaan masyarakat. Demikian pula yang tampak dalam puisi berjudul “God’s Fate” karya Yehuda Amichai di atas. Kecenderungan Amichai dalam menulis dijelaskan oleh Abramson (2012: 15) sebagai berikut.

His linguistics motivations were marked by ironic allusiveness combined with the terms of modern technology, and the use of Hebrew of the conceit, a term which is fashionably if not always accurately applied to his figuration.

Dari kutipan di atas, dapat diketahui bahwa Amichai dengan sengaja memberikan referensi yang modern untuk menggambarkan hal yang ingin ia sampaikan. Pepohonan, batu, matahari, dan bulan tidak hanya merupakan representasi hal-hal yang selalu ada dari masa ke masa, tetapi juga sebagai pengejawantahan ide tentang kosmos sistem kepercayaan.

Puisi ini juga memiliki potensi untuk menggambarkan semangat skeptisisme yang dapat dilihat dari kutipan “When people stopped believing in them (trees and stones, sun and moon) and began to believe in Him”. Kutipan tersebut menggunakan rumus simple past tense dalam bahasa Inggris yang menunjukkan bahwa kedua peristiwa di atas telah berlalu. Dengan kata lain, konteks ini ingin meragukan posisi Tuhan (Him) hari ini sebagai The One dan The Real. Keraguan ini berimplikasi pada keyakinan Tuhan esa yang terus tergerus hari ini dan memaksa pemeluknya untuk meninggalkan keyakinannya—layaknya pemeluk agama materialisme yang tidak lagi meyakini animisme dan dinamisme.

Dalam perspektif modern yang memprioritaskan pemikiran rasional dan empiris, puisi ini juga memungkinkan untuk menggugat keberadaan Tuhan yang abstrak (spiritualisme). Ini ditegaskan dalam kutipan “But He has to stay with us: At least like the trees, like the stone and the sun and the moon and the stars”. Dalam konteks ini, selain ingin mengafirmasi keberadaan Tuhan, juga ingin menunjukkan manifestasi Tuhan yang harusnya tampak dan berbentuk materiel sehingga dapat diresapi secara empiris serta diyakini dan dijelaskan secara rasional.

Puisi “God’s Fate” juga menunjukkan Tuhan yang sekarang dipercaya melalui penggambaran them, yakni pepohonan, batu, matahari, dan bulan. The speaking subject tidak secara definitif memberi makna akan Tuhan maupun takdirnya, tetapi mereferensikannya dengan benda-benda yang dulu dipercaya sebagai Tuhan dan akhirnya tergantikan. Mengikuti pandangan rasional yang dibawa semangat modernisme di atas, the speaking subject mencoba memberikan pengetahuan tentang Tuhan melalui hal-hal yang dekat dan dapat kita pahami keberadaan serta sifat-sifatnya. Implikasinya adalah dengan memahami bahwa pepohonan, batu, matahari, dan bulan akan memberi pemahaman tentang Tuhan yang sekarang dipercaya; bahwa Tuhan pun tunduk pada waktu dan sebenarnya ia didefinisikan oleh para penyembahnya sehingga upaya-upaya kita memahami Tuhan sebenarnya adalah upaya kita dalam memahami alam semesta, berikut manusia di dalamnya. Hal ini ditunjukkan oleh frasa “But He has to stay with us” yang mengafirmasi keberadaan Tuhan sebagai suatu keharusan terus-menerus dan menunjukkan preskripsi terhadap Tuhan—yang justru dilakukan oleh subjek.

Berikutnya adalah posisi subjek sebagai viewer/reader, yakni lawan tutur the speaking subject. Dalam puisi, posisi ini juga diimplikasikan melalui us. Sebagai deiksis jamak, us juga menunjukkan diri lain dari the speaking subject yang tidak tahu. Keberadaan us yang tidak tahu sebagai pembaca ini membuat the speaking subject menulis “God’s Fate” sehingga kepadanyalah segala pengetahuan di atas ditujukan. Dengan demikian, the speaking subject mempersonifikasikan pengetahuan sebagai produksi kekuasaan. Ia yang berbicara dan lebih tahu dapat berkuasa atas pembaca.

 

Referensi:

Abramson, Glenda. 2012. Writing of Yehuda Amichai: A Thematic Approach. New York: SUNY Press.

Amichai, Yehuda. 2015. The Poetry of Yehuda Amichai. New York: Farrar, Straus and Giroux.

Berapa banyak hati yang kamu mau berikan untuk tulisan ini?

Rating rata-rata: 0 / 5. Jumlah rating: 0

Jadilah yang pertama untuk memberi rating pada tulisan ini.