Sayu matanya mengisyaratkan rindu yang sulit disudahi. Berulang kali ia mencoba mengusir segala hal yang membuat rindu itu bertamu. Namun, ia tak kunjung berhasil. Meski ingatannya tak lagi pekat, rasa yang dulu pernah ia miliki kian melekat.

Biar saya tebak, apa yang ia rindukan. Mungkin ia rindu menemukan tangannya berlumur tepung dan selai nanas di depan pemanggang. Jarinya lincah menari menyajikan kue nastar untuk cucunya yang akan bertandang pada musim liburan sekolah. Atau, barangkali, yang ia rindukan adalah pujian cucunya tersebab kue nastar yang dibuatnya begitu enak. Dielusnya rambut sang cucu seraya ia berjanji akan membuatkan kue nastar yang lebih banyak jika cucunya rajin datang.

Pada malam saat sang cucu bertandang, ia mungkin rindu melantunkan ayat atau menyajikan dongeng paling syahdu—tanpa bantuan buku. Ia takkan berhenti sampai cucunya tertidur. Baginya, sang cucu merupakan pendengar yang baik, maka ia merasa bahwa ia pun mesti menjadi penjawab yang baik. Semua pertanyaan sang cucu, yang bahkan tak terdengar masuk akal, dijawab tanpa terkecuali.

Eh, atau mungkin pula ia rindu akan dirinya yang selalu membela cucunya. Ia rela bersitegang dengan orang tua sang cucu. Diam-diam memberikan uang agar cucunya bisa jajan sepuasnya. Terang-terangan membelikan hadiah agar cucunya merasa betah bermain di rumahnya.

Entah, apakah masih ada dalam ingatannya tentang dirinya yang selalu menjadi topik dalam lembar karangan sang cucu. Guru sang cucu selalu menagih pengalaman liburan yang mesti ditulis tangan pada sebuah kertas. Berkat dirinya, sang cucu menulis dengan begitu lancar. Dalam waktu sekejap, lembar karangan sang cucu sudah terisi penuh dan diberi judul “Liburan di Rumah Nenek”. Lembar itu pula yang ditunjukkan oleh sang cucu kepada dirinya pada momen liburan berikutnya.

“Nek, suntik dulu, ya,” ujar seorang perawat rumah sakit yang berhasil mengusir rindu miliknya. Rasa riang akan ingatan masa lalu seketika berganti menjadi rasa sakit akibat ditusuk jarum suntik. Matanya lantas terpejam. Dalam tidurnya, ia lebih leluasa mengejar rindu yang semoga belum terlalu jauh.

Berapa banyak hati yang kamu mau berikan untuk tulisan ini?

Rating rata-rata: 0 / 5. Jumlah rating: 0

Jadilah yang pertama untuk memberi rating pada tulisan ini.