Sebuah Catatan Kuliah yang Tidak Dipublikasikan (II)

Sebab Cinta yang Baik Adalah yang Tidak Selesai

“Apa yang kemudian menjadikan kita berbeda selain selongsong raga yang di dalamnya menyimpan situs-situs perjuangan terdahulu? Dari yang pernah dipelajari dan dibukukan, pertanyaan-pertanyaan kita tentunya sudah terjawab.”

Kalau tak hati-hati, saya kira ucapan ini bisa menjadi sabda penumpul yang kemudian membuat kita patah arang. Mungkin itu sebabnya, dosen saya memilih mengatakannya di ruang singup yang lagi-lagi kebanyakan penghuni ini. Asumsinya ada dua: kami bisa saja tidak mengerti sehingga ucapannya bisa sekelebat lewat seolah angin lalu atau kami lebih senang menganggap beliau sedang bercanda sebab tentu tidak ada dosen yang ingin mematikan hasrat seseorang menuntut ilmu, lebih-lebih muridnya sendiri.

Mungkin beliau bisa mendengar dengung statis yang menjemukan dalam otak kami sehingga kemudian memutuskan untuk kembali bicara. “Mudah bagi kita membedakan rupa, tetapi kita tidak pernah tahu manusia terbuat dari apa.”

Beliau mulai mengambil contoh tataran batin manusia Jawa, seperti bagaimana memisahkan konsep raga, sukma, diri, pribadi, hingga nurani. Dari semuanya, bahasa cinta yang paling dimengerti.

“Seorang ibu secara spontan bisa bergerak menyelamatkan anaknya yang hendak tertabrak mobil. Dalam kondisi itu, ia tidak berpikir panjang untuk mengorbankan hidupnya demi orang yang ia cintai. Saat ia terlepas dari dunia kesadaran secara spontan itu, mungkin itu satu-satunya jalan dalam menyampaikan cinta kasih sebagai wujud manusia yang paling inti.”

Kita bisa bicara bahwa cinta ada rupa-rupa, jadi pertanyaan selanjutnya adalah cinta yang bagaimana?

Jika identitas adalah upaya penyeragaman, kita berusaha mencari jati diri dengan membahasakan cinta melalui hal-hal yang mungkin tidak biasa. Namun, berbeda dari kebanyakan hal yang menjadi atribusi kita sebagai makhluk hidup, cinta ada untuk dibagi. Dalam hidup ini, daripada menyeragamkan manusia, yang perlu dirangkul justru adalah rasa kebersamaan.

Dengan demikian, cinta adalah proses, bukan pencapaian.

Saat kita menyadari bahwa sebagai manusia kita tak akan pernah diutuhkan atau menjadi lengkap, justru hal yang penting adalah saling berbagi dalam ketidaklengkapan itu. Berbeda dengan hal-hal kebendaan, cinta tak akan pernah habis saat dibagi. Kita tidak pernah merasa kurang saat mencintai sesuatu atau seseorang. Sebaliknya, kebersamaan dalam mencintai itu membuat cinta seolah bertambah.

Jadi, apa hubungannya dengan pertanyaan tentang cinta yang bagaimana?

“Artinya, cinta yang baik adalah yang tidak selesai.”

Keputusan ini mungkin saya ambil setelah mencoba mengeliminasi segala bentuk aksesori yang dinilai mendefinisikan kita sebagai manusia dan mendeskripsikan kita sebagai individu. Kalau dalam bentuk paling banal kita biasa menyemai hal-hal yang mendistingsikan kita dari orang lainnya, sementara dalam tataran terkecilnya, kita punya cinta yang membarakan nyali.

Dalam bahasa terburuknya pun, cinta tak pernah absen melindungi keberanian kita. Keberanian untuk terus hidup, memilih, berbahagia, hingga meninggalkan.

Saat tiba waktunya saya membacakan presentasi tentang kerangka teori dalam kelas berikutnya, saya sudah siap untuk dicaci maki sebab pemaknaan ini hanya berasal dari pembacaan saya terhadap inti sari buku bahan ajar perkuliahan. Namun, saya tidak ingin gentar sebab keberanian itu lantas membuat saya menamai perasaan saya sebagai ketakutan dan kemudian menghadapinya sebagai bagian dari proses menuju hal-hal yang saya yakini akan lebih baik.

Jadi, saat saya memulai pemaparan abstrak penelitian saya dengan, “Kita tidak boleh seragam dalam semua, kecuali dalam cinta,” sebagai parafrasa (dan penekanan yang menjemukan) dari penggalan harian Soe Hok Gie (Kita begitu berbeda dalam semua, kecuali dalam cinta), saya melirik teman-teman dan dosen saya untuk terakhir kalinya sebelum memutuskan bahwa sejujurnya tak ada yang salah dari menjawab pertanyaan yang sudah ada jawabannya.

Berapa banyak hati yang kamu mau berikan untuk tulisan ini?

Rating rata-rata: 0 / 5. Jumlah rating: 0

Jadilah yang pertama untuk memberi rating pada tulisan ini.