Siapa yang Lebih Baik dalam Menyimak?
Saat menjadi fasilitator sub-Festival Tetralogi tentang kemampuan menyimak pada 9 Oktober 2021 lalu, saya mendapat beberapa pertanyaan seputar perbedaan kemampuan menyimak antara laki-laki dan perempuan. Sejujurnya, pada obrolan santai dengan rekan-rekan pramubahasa, saya tidak menyangka jika hal itu menjadi salah satu permasalahan besar dalam suatu hubungan romantis.
Saya kira, kita sudah jauh melewati penerapan stereotip secara buta, terutama berdasarkan gender. Namun, dari permasalahan yang diutarakan oleh Kerabat Nara dalam acara tersebut, saya menyadari bahwa mengakui perbedaan gender saja tidak cukup untuk memahami paradigma berbahasa. Untuk hal itu, tentu saja saya menyikapi pertanyaan demikian sesuai koridor acara yang telah ditetapkan. Artinya, saya berpendapat sesuai dengan apa yang telah saya baca dan yang mampu diterapkan sebagai pengetahuan bagi hubungan manusia secara umum.
Untuk menjawab pertanyaan Apakah laki-laki tidak sebaik perempuan dalam menyimak?, saya mengingat beberapa buku yang telah saya baca terkait studi gender dalam budaya populer. Menurut saya, pertanyaan tersebut lebih banyak dipenuhi bias gender sehingga harus dikaji alih-alih dijawab sesuai dengan subjektivitas individu. Menyimak sebagai salah satu keterampilan berbahasa memang merupakan kemampuan yang bisa kita akuisisi dan ukur secara individu, tetapi penerapannya justru terletak pada aspek sosial.
Dalam Men Are from Mars, Women Are from Venus (1992), John Gray menjelaskan bahwa terdapat perbedaan fundamental antara laki-laki dan perempuan. Sesuai judulnya, laki-laki dan perempuan diibaratkan berasal dari planet yang berbeda dan terbiasa dengan lingkungan planet masing-masing. Perempuan, misalnya, cenderung memperhatikan bagian emosional dari suatu pesan secara lebih efektif daripada laki-laki karena mereka juga mengingat suatu peristiwa secara emosional.
Hal serupa juga saya dapat ketika menonton pertunjukan lawakan tunggal bertajuk Mesakke Bangsaku dari Pandji Pragiwaksono. Salah satu materi yang ia bawakan adalah bahwa perempuan membutuhkan perhatian, sementara laki-laki membutuhkan pengakuan. Baik perempuan maupun laki-laki justru memberikan hal yang mereka inginkan. Itu sebabnya perempuan dinilai terlalu memperhatikan segala sesuatu. Padahal, laki-laki tidak membutuhkan perhatian. Mereka membutuhkan pengakuan. Sementara itu, laki-laki cenderung dinilai terlalu banyak memberikan pengakuan atau pujian. Tentu saja materi tersebut masih bisa dibicarakan dalam konteks yang lebih ilmiah, terutama untuk mencari suatu bentuk kebenaran yang bisa memuaskan rasa penasaran kita.
Lagi pula, melakukan generalisasi yang dipenuhi bias gender merupakan hal yang berbahaya pada era sekarang. Buku yang memberikan pemahaman tersebut adalah Listen Up karya Larry Barker dan Kittie Watson. Menurut keduanya, laki-laki dan perempuan mengembangkan cara menyimak yang berbeda. Laki-laki cenderung menjadi pendengar yang action-oriented atau berorientasi pada tindakan sehingga mereka lebih berfokus pada informasi yang membutuhkan penyelesaian langsung. Pendengar jenis ini tidak menyukai detail-detail yang tidak penting. Sementara itu, perempuan cenderung menjadi pendengar yang people-oriented atau berorientasi pada penutur. Seperti halnya pendapat John Gray di atas, perempuan lebih terkoneksi pada pesan emosional dan implikasi percakapan sehingga mereka bisa menghabiskan waktu untuk lebih menganalisis mengapa percakapan tersebut terjadi daripada informasi yang didiskusikan.
Pemberian respons juga berbeda. Perempuan senang memberikan bentuk afirmasi kecil dalam proses menyimak, seperti mengucapkan iya, oh, begitu, dan hmm untuk menunjukkan bahwa mereka mendengarkan dan memproses informasi dengan baik. Sementara itu, laki-laki lebih senang menyimak dalam diam dan hanya menyela untuk mengklarifikasi sesuatu. Itu merupakan salah satu hal yang menurut saya membuat laki-laki terkesan tidak pandai menyimak. Di sisi lain, laki-laki cenderung memahami gestur perempuan sebagai tindakan overlisten.
Jadi, sampai di sini, sudah jelas, ya, bahwa laki-laki dan perempuan sama baiknya dalam menyimak. Perbedaan cara menyimak justru merupakan atribusi individu sehingga kualitas menyimak justru lebih banyak dipengaruhi oleh perbedaan preferensi subjektif dan situasi daripada jenis kelamin.
Referensi:
Barker, Larry dan Kittie Watson. 2000. Listen Up: How to Improve Relationships, Reduce Stress, and be More Productive by Using the Power of Listening. New York: St. Martin’s Press.
Gray, John. 1992. Men Are from Mars, Women Are from Venus. New York: HarperCollins.
Berapa banyak hati yang kamu mau berikan untuk tulisan ini?
Rating rata-rata: 0 / 5. Jumlah rating: 0
Jadilah yang pertama untuk memberi rating pada tulisan ini.