Tawamu Pernah Menjatuhkan Mentalku
Setelah menghabiskan waktu cukup lama untuk melamun di depan laptop karena mengalami kebuntuan menulis swalatih, saya kemudian membuka aplikasi Instagram di ponsel saya. Saya mulai dengan membuka cerita Instagram yang muncul paling awal pada halaman utama. Tiba-tiba saja jiwa pemasaran saya muncul dan mendorong saya untuk melihat-lihat Instagram Narabahasa. Awalnya saya melihat-lihat untuk mencari ide mengenai apa hal yang bisa saya lakukan untuk menaikkan penjualan produk. Tak lama kemudian, saya melihat salah satu unggahan ulang cerita Instagram Narabahasa yang dikirim oleh penonton Tabah. Di situ tertulis tanggapan pengirim terhadap komentar seorang penonton Tabah yang mempertanyakan mengapa aturan bahasa Indonesia begitu banyak. Ia menanggapi bahwa memang sudah seharusnya bahasa memiliki aturan yang banyak. Sebabnya, hal itu juga tidak hanya ditemukan dalam bahasa Indonesia saja, tetapi juga dalam bahasa lain di dunia. Ia juga mengatakan bahwa kita sering malu salah berbahasa Inggris ketimbang salah berbahasa Indonesia.
Kiriman cerita Instagram tersebut kemudian melemparkan saya pada ingatan masa lalu, saat saya merasa benar-benar tidak bisa berbahasa asing, terutama bahasa Inggris. Sejak dulu, saya tidak pernah menyukai bahasa Inggris. Tanpa alasan, hal itu membuat saya jadi malas mempelajarinya. Ketika saya masuk dunia perkuliahan, saya baru menyadari bahwa hal tersebut adalah keputusan yang salah. Pada awal semester saya berkuliah di Universitas Indonesia, saya merasa sangat tertinggal dalam bahasa Inggris. Saya selalu merasa tegang dan grogi saat harus masuk ke kelas mata kuliah wajib bahasa Inggris. Benar saja, pada akhir semester saya mendapat nilai C- dan tidak lulus kelas tersebut. Akan tetapi, belakangan ini, setelah mendapat banyak pengaruh dan kontaminasi pergaulan di kampus, saya mulai mencoba belajar berbahasa Inggris sedikit demi sedikit. Kekasih saya sekarang pun sangat mendukung saya untuk belajar berbahasa Inggris. Setelah saya mulai lebih mengerti bahasa Inggris, saya kemudian berpikir. Apa yang membuat saya selama ini begitu takut berbahasa Inggris bukanlah karena kemalasan saya, melainkan karena ketakutan saya terlihat atau dianggap bodoh oleh lingkungan sekitar saya, terutama teman-teman terdekat saya.
Saya mulai merenung dan bertanya-tanya, kok aneh, ya? Orang-orang di sekitar saya begitu enteng menertawakan ketidakbisaan saya dalam berbahasa Inggris, padahal kalau saya telaah, justru harusnya saya yang menertawakan mereka karena bahasa Indonesia mereka begitu buruk. Bahkan, untuk sekadar membedakan di yang dipisah dan di– yang dirangkai saja mereka masih sering salah. Belum lagi mereka sering mengucap kata merubah alih-alih mengubah. Namun, saat saya salah berbahasa Inggris—padahal saya sedang berusaha belajar—saya malah ditertawakan. Saya kerap merasa jengkel, marah, dan tidak terima. Namun, mau bagaimana lagi? Mungkin mereka pikir itu hanya bercanda.
Kejadian yang saya alami tersebut membuat saya merasa beruntung dan makin jatuh cinta pada bahasa Indonesia. Meski kemampuan berbahasa Indonesia saya juga masih jauh dari kata sempurna, saya merasa lebih keren daripada teman-teman saya karena saya memiliki pengetahuan yang lebih soal bahasa Indonesia. Toh pada akhirnya banyak juga yang mengakui bahwa bahasa Indonesia itu tidak mudah. Oleh karena itu, semoga kita tidak pernah menertawakan seseorang yang sedang berproses, hargailah mereka, barangkali suatu hari nanti justru mereka jauh lebih keren daripada kita.
Berapa banyak hati yang kamu mau berikan untuk tulisan ini?
Rating rata-rata: 0 / 5. Jumlah rating: 0
Jadilah yang pertama untuk memberi rating pada tulisan ini.