Rapat Paling Tidak Efektif
Sudah seratus dua puluh menit kami mengadakan rapat. Sejak ruang rapat dibuka sampai dua isu besar dibahas ke permukaan, kami tak kunjung menemukan jawaban atas pertanyaan berulang. Terlalu banyak rencana, tetapi tak jua menentukan tindak lanjut pasti dari segala hal yang terdaftar. Mulai dari mana?
Pemimpin rapat pun mulai geram. Pada menit ke-121, dirinya mengatur ulang mekanisme rapat. Pembahasan dimulai dari isu pertama: mimpi. “Sudah berapa banyak mimpi yang diabaikan?” tanya pemimpin rapat. Kami kembali terdiam. Tak ada dari kami yang angkat bicara sebab kami sadar kami salah. Mimpi yang ditumpuk selama bertahun-tahun itu memang sudah berdebu. Pemimpin rapat kembali geram. Ia akhirnya memberi kami arahan untuk membuat daftar prioritas. “Mimpi itu mesti diwujudkan satu per satu,” ujarnya menutup isu pertama.
Pemimpin rapat melanjutkan pembahasan isu kedua: hubungan. “Sudah siapkah menjalin hubungan?” tanya pemimpin rapat. Mata kami segera tertuju pada salindia yang sedang dipresentasikan. Salindia tersebut berisi data calon-calon jalinan hubungan. Salah satu dari kami menjawab bahwa belum waktunya menjalin hubungan baru sebab patah yang diakibatkan oleh kegagalan-jalinan-hubungan-sebelumnya belum sembuh. Ada lagi yang menimpali bahwa kami belum siap kehilangan sesuatu untuk yang kesekian kalinya sebab kami sudah memahami bahwa rumus pertemuan sama dengan perpisahan. Ada pula yang menyatakan bahwa kami akan menutup diri dan tidak mau menghabiskan waktu untuk ia yang hanya main-main. Terakhir, salah satu dari kami menyarankan untuk membenahi diri terlebih dahulu sebelum membersamai sebuah hubungan.
Isu tentang hubungan ini pun membuat pemimpin rapat kebingungan. Pada akhirnya, pemimpin rapat mengelompokkan tahap jalinan hubungan menjadi empat. Pertama, meski data menunjukkan bahwa kami sudah memiliki calon jalinan hubungan, kami tetap perlu mencari calon jalinan yang lain dari berbagai pipa. Kedua, kami mesti menjadikan semua itu prospek jalinan hubungan dan menindaklanjutinya tanpa ekspektasi apa pun. “Kadar ekspektasi itulah yang kerap membuat kami patah jika terjadi kegagalan,” kata pemimpin rapat. Ketiga, kami akan melanjutkannya pada tahap proposal dan negosiasi. Tahap ketiga inilah yang menentukan bentuk toleransi kami terhadap sifat-sifat yang melekat pada tiap calon jalinan hubungan. Sementara itu, tahap terakhir merupakan tahap penentuan berdasarkan tahap ketiga. Jika lebih banyak sifatnya yang bisa kami toleransi, 99% kami akan menjadikan itu sebagai jalinan hubungan yang baru. Sisa 1%-nya bergantung pada takdir Tuhan.
Pada menit ke-240, pemimpin rapat pun membubarkan rapat sebab sebentar lagi matahari akan terbit dan memaksa semua elemen kami untuk kembali bekerja. Pemimpin rapat pun mengakhiri agenda dengan berharap semoga tidak ada lagi rapat seperti saat ini. Pembatas malam menjelang pagi merupakan waktu yang semestinya digunakan oleh kami untuk beristirahat. Namun, kali ini, pembatas malam menjelang pagi menjadi waktu rapat yang paling tidak efektif untuk kami yang berada dalam satu diri.
Berapa banyak hati yang kamu mau berikan untuk tulisan ini?
Rating rata-rata: 0 / 5. Jumlah rating: 0
Jadilah yang pertama untuk memberi rating pada tulisan ini.