Rintik-rintik berisik. Ia mengusik luka dalam tubuh yang meringkik. Aku ingat hari itu kau berkata padaku, “Temani aku ke jendela. Aku ingin melihatnya,” katamu. Kemudian kita bergerak menuju jendela di sudut rumah yang kau dan aku bangun beberapa tahun lalu. Weli, kucing manis yang selalu menemani perjalanan kita, seolah bergerak tanpa disuruh. Mengikuti langkah kau dan aku menuju ujung jendela itu.

Kau dan aku berdiri tanpa sepatah kata pun yang berhasil lolos jadi suara. Kita sudah lama menanti hari-hari yang tak kunjung selesai. Aku memandangi kau yang berdiri syahdu dengan kedua pelupuk mata indahmu yang kaupejamkan. Aku melihat kau membiarkan dirimu lebur menjadi rintik-rintik tak bertuan. Aku diam mematung. Kau terlampau indah, bahkan ketika tidak melakukan apa-apa.

Kau lalu berkata dalam khidmatmu, “Suatu saat nanti kau akan mati, dan rintik-rintik ini akan mengiringi hari kematianmu.”

Aku takut setengah mati mendengar pernyataanmu. Lalu kau tertawa dan berkata, “Semua orang akan pergi, Ska. Kau harus mempersiapkan diri.”

Aku tidak mengerti pernyataanmu. Aku memilih diam dengan ketakutan yang rusuh. Kau kemudian mengajakku beranjak. “Tidak boleh terlalu larut dalam sesuatu,” katamu.

Padahal aku tidak ikut-ikutan larut dalam hujan-mu, Itu dunia-mu, Dunia-ku adalah menemanimu melakukan apa pun. Apa pun asal kau dan aku masih bisa saling memandang meski dari kejauhan. Tidakkah kau mengerti, Sre?

Di dalam rintik berisik ini, tidakkah kau mendengarnya walau hanya satu kata, Sre?

Berapa banyak hati yang kamu mau berikan untuk tulisan ini?

Rating rata-rata: 0 / 5. Jumlah rating: 0

Jadilah yang pertama untuk memberi rating pada tulisan ini.